Pawarta Adicara!

JARINGACARA sebagai media publikasi memiliki keinginan turut memberi warna dalam mengabarkan segala agenda acara seni budaya, pariwisata, warta, cuaca, juga menebarkan canda-tawa.
Perihal kontak kerjasama publikasi pun media partner, sila simak “Syarat dan Ketentuan“.

HIGHLIGHT
   
Letto Micara Hidup Resapi Gamelan dan Bermain Jamuran

Band Letto Micara Hidup Resapi Gamelan dan Bermain Jamuran


Diwartakan oleh Utroq Trieha pada 19 Juli 2019   (4,890 Readers)

“Band Letto Micara Hidup Resapi Gamelan dan Bermain Jamuran” bisa jadi merupakan judul yang bisa disuguhkan, alih-alih “Letto Gelar Konser Musik” ataupun “Letto Berorasi Budaya”.

Judul tersebut dilatari dari sajian dari band Letto yang mengisi program Micara pada helatan Festival Kebudayaan Yogyakarta tahun 2019, yaitu bahwa salah satu band kenamaan di Jogjakarta ini bukan saja mempersembahkan konser musik, lebih dari itu, ia/mereka juga “micara” alias berbicara dengan penonton, sekaligus mengajak meresapi gamelan serta bermain jamuran sebagai “pusaka” budaya nusantara guna menuntun dalam perjalanan hidup kita sebagai manusia ini.

Helatan di atas digelar tepat satu hari setelah dihelatnya gelaran teater “Djembatan Gondolaju” oleh Teater Gadjah Mada pada hari Rabu 17 Juli 2019. Dengan menempati papan yang sama, yaitu di area Pendhapa Art Space, Ringroad Selatan Yogyakarta, sehari kemudian (Kamis 18 Juli 2019) Festival Kebudayaan Yogyakarta kembali menggelar acara bertajuk “Micara” yang sukses menghadirkan lebih dari 150 penonton dan yang hadir dominan adalah mereka para kawula muda.

Letto Micara Hidup Resapi Gamelan dan Bermain JamuranPara penikmat Band Letto seolah mampu tersihir dari sajian yang dipersembahkan Noe/Sabrang sebagai vokalis, Patub dan Cornel yang keduanya adalah gitaris, Arian sebagai basis, Dhedot yang duduk manis di depan drum, serta Widi sebagai keyboardist. Mereka semua yag ada dlaam payung Band Letto itu seolah menjadi magnet yang mampu menyedot, sekaligus menggerakkan penonton untuk hadir dan menyaksikan pertunjukan yang menyajikan sembilan buah lagu dalam suasana temaram.

“Micara” sebagai tajuk helatan merupakan kata berbahasa Jawa yang memiliki padanan ‘berbicara’. Karenanya, seiring dengan judul acara, Letto tidak hanya menghibur penonton dengan lagu-lagu berlirik magis nan romantisnya. Lebih dari itu, Letto justru berkolaborasi dengan para penggamel, sekaligus mengajak para penonton meninjau kembali perjalanan hidup manusia melalui lagu-lagunya yang sengaja diurutkan untuk membawakan pesan tersebut.

“Semua manusia lahir dengan berkah dari Tuhan, tapi dalam perjalanan hidupnya, ia juga mencari pengisi lubang dalam hatinya. Lubang itu ialah cinta, cita, dan cipta,” kata Noe sebagai prolog menuju lagu pertama yang berjudul Lubang di Hati.

Letto Micara Hidup Resapi Gamelan Bermain JamuranPada lagu kedua yang mempersembahkan judul Sampai Nanti Sampai Mati, Letto mengajak penonton untuk tetap bersemangat melanjutkan hidup. Noe menambahkan bahwa dalam hidup tidak ada halangan, yang ada hanya tantangan. Kata-kata itu sontak mengundang tepuk tangan dari para penonton yang merasa tersentuh dan termotivasi.

Letto yang diwakili Noe memaparkan perihal inti “Micara” yang isinya mengenai keadaan wungu manusia. Wungu diartikan sebagai keadaan ‘bangun’ atau spiritually awaken. di mana guna meraih kondisi tersebut, manusia harus melepaskan lima selubung yang membungkus dirinya, yaitu annamaya kosa (tubuh jasmaniah), pranamaya kosa (lapisan nafas), manomaya kosa (alam pikir, emosi, dan mental), vijnanamaya kosa (pengetahuan sejati atau kebijaksanaan), dan anandamaya kosa (kesadaran kosmos).

Dalam membawakan materi-materinya, Letto memanfaatkan lagu-lagu yang disajikan guna membantu penonton agar mengerti. Sebagai contoh, pada bagian pranamaya kosa, Letto membawakan lagu Sandaran Hati dengan liriknya: “Aku dan nafasku merindukanmu”. Juga ketika berbicara mengenai kebijaksanaan dalam lapis vijnanamaya kosa, Letto mendampinginya dengan lagu Cinta Bersabarlah.

 

Letto Micara Hidup Resapi Gamelan dan Bermain JamuranDi sesi selanjutnya, helatan ini juga diselingi dengan dolanan anak berupa dolanan jamuran. Letto dan para penggamel mengajak penonton untuk mengikuti permainan ini. Permainan yang bertujuan untuk memperkenalkan-diri dengan teman sepermainan tersebut mengharuskan peserta membentuk jamur yang disebutkan dengan tubuhnya atau memanfaatkan benda-benda di sekitarnya. Permainan ini kembali mengundang tawa para penonton karena para pemain membentuk bentuk-bentuk unik ketika diminta membuat bentuk jamur tertentu.

Di acara pungkasnya, Micara ditutup dengan sajian dua lagu, yaitu Ruang Rindu dan Sebelum Cahaya. Lagu Ruang Rindu membawa pesan agar kita mengisi kenangan dengan hal-hal yang bisa dirindukan, entah itu perbuatan baik atau impian yang terwujud. Suasana magis nan temaram menutup acara Micara bersama dengan lagu Sebelum Cahaya.

“Pada akhirnya, jati diri manusia tidak dicari, tapi disadari, dan yang tersisa hanya cahaya, yaitu harapan agar dapat mencapai wungu,” ujar Noe yang kemudian disambut alunan siter dan tembang doa, lalu disambung dengan lagu penutup. []

Source: Official Doc FKY

4.7/5 - (13 votes)

Simak Pula Pawarta Tentang , Atau Adicara Menarik Lain Oleh Utroq Trieha


Tentang Utroq Trieha