Pawarta Adicara!

JARINGACARA sebagai media publikasi memiliki keinginan turut memberi warna dalam mengabarkan segala agenda acara seni budaya, pariwisata, warta, cuaca, juga menebarkan canda-tawa.
Perihal kontak kerjasama publikasi pun media partner, sila simak “Syarat dan Ketentuan“.

HIGHLIGHT
   
Pembukaan Jogja Festivals Forum And Expo 2020

Jogja Festivals Forum And Expo 2020 Sebagai Forum Solidaritas Festival di ASEAN


Diwartakan oleh Haiki Murakabi pada 18 November 2020   (3,696 Readers)

JFFE yang merupakan akronim dari Jogja Festivals Forum And Expo tahun 2020, pada helatan hari pertama, Selasa 17 November 2020 digelar secara hybrid atau perpaduan luring dan daring di Pendopo Royal Ambarrukmo dan www.jogfestforumexpo.com. Pada helatan tersebut terdapat 70 festival se-ASEAN yang diundang dan kemudian berlangsung selama empat hari, yaitu hingga tanggal 20 November 2020.

Jogja Festivals Forum And Expo ini merupakan sebuah helatan yang pertama kali diinisiasi pada tahun 2019 lalu, yaitu oleh Jogja Festivals. Jogja Festivals yang tepatnya berdiri pada tanggal 21 September 2014 dan diresmikan pada 9 Maret 2017 oleh 15 festival yang aktif berpartisipasi dalam proses kreatif di Indonesia. Sampai saat ini Jogja Festivals telah memberikan berbagai kontribusi nyata terhadap pertumbuhan minat kunjungan festival sebagai salah satu aktivitas sosial yang berdampak pada pertumbuhan dampak penyelenggaraan festival dalam ragam perspektif sosial, ekonomi, infrastruktur, pendidikan, seni, dan kebudayaan.

Ada dua tujuan dari  JFFE a.k.a Jogja Festivals Forum And Expo 2020 kali ini. Pertama, menyusun strategi dan mitigasi penyelenggaraan festival di Yogyakarta dan di ranah regional ASEAN, yang mencakup ketahanan dan keberlangsungan penyelenggaraan festival seni budaya di tengah dan pasca pandemi. Kedua, membangun representasi suara regional ASEAN melalui pegiat festival di forum dunia yang selama ini hanya terwakili di ranah-ranah sektoral. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Heri Pemad selaku Jogja Festivals Chairman dalam opening ceremony JFFE 2020. Bahwa JFFE 2020 kali ini memasukkan agenda strategis festival dalam perhelatannya, sebab pihak penyelenggara merasa perlu membangun komunikasi dengan pemangku kepentingan.

Heri Pemad menilai bahwa JFFE 2020 menjadi forum solidaritas festival di ASEAN untuk menemukan solusi dan menjadi inspirasi di tengah ketidakpastian dan keterbatasan di tengah pandemi Covid-19. Melalui kegiatan ini, JFFE 2020 ingin mengajak semua pemangku kepentingan berpikir perihal kelangsungan festival di masa pandemi dan pasca pandemi.
ASEAN menjadi agenda dalam JFFE 2020 tidak lepas dari fakta, sejumlah festival di Yogyakarta kerap dijadikan pusat studi banding untuk sektor ekonomi kreatif oleh pemerintah dari berbagai negara anggota ASEAN.

Sederet festival yang dimaksud, antara lain, Biennale (sejak 1988) https://www.biennalejogja.org/ , Festival Film Dokumenter (sejak 2002) https://ffd.or.id/ , Asia Tri Jogja (sejak 2006) https://jogjaartfestival.com/ , Jogja-Netpac Asian Film Festival (sejak 2006) https://jaff-filmfest.org/ , ARTJOG (sejak 2008) https://artjog.co.id/ , Pesta Boneka (sejak 2008) http://pestaboneka.com/ , Ngayogjazz (sejak 2009) http://www.ngayogjazz.com/ , dan KUSTOMFEST (sejak 2012) https://kustomfest.com/.
Penasihan Jogja Festivals, KPH Purbodiningrat mengatakan JFFE 2020 yang digelar dalam adaptasi kebiasaan baru justru menjawab tantangan situasi sosial dan ekonomi feastibal saat ini.

Opening Jogja Festivals Forum And Expo 2020

Terganggunya mobilitas fisik antarwilayah berdampak pada ketidakhadiran peserta festival dari kota atau negara lain secara fisik.

“Meskipun demikian, kemajuan teknologi memungkinkan terjadinya pelibatan peserta festival yang lebih luas,” ucapnya.
Asisten Bidang Perekonimian dan Setda DIY Tri Saktiyana mengungkapkan festival menjadi ikon di sejumlah kota-kota di dunia. Yogyakarta dengan segala potensinya memiliki wadah bernama Jogja Festivals.

“Sampai hari ini, Jogja Festivals menjadi satu-satunya prlatform untuk ekosistem festival di Indonesia,” tuturnya.
Ia berharap JFFE 2020 bisa menjadi ajang berbagi pengalaman antara pemangku kepentingan dan pegiat festival di masa pandemi. Selain itu, perhelatan ini menjadi tempat bersandingnya budaya dan inovasi.

Pada hari pertama JFFE 2020 terdapat dua sesi diskusi panel. Dalam sesi pertama yang mengambil tema 2020 Asean Focus, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, menjadi pembicara kunci. Selain itu, sesi ini juga menghadirkan Direktur Kerjasama Sosial dan Budaya ASEAN Kementerian Luar Negeri, Riaz Saehu, Direktur Tom Fleming Creative Consultancy, Tom Fleming, dan Chairman Federation for Asian Cultural Promotion, Joe Sidek.

Menurut Hilmar Farid, seni dan budaya di ASEAN dipengaruhi beragam budaya. Strategi kunci untuk pengembangan seni dan budaya di ASEAN antara lain melibatkan pemangku mepentingan untuk mempromosikan identitas dan pola piker ASEAN supaya orang lebih mengapresiasi sejarah, budaya, seni, tradisi, dan nilai yang dimiliki komunitas ASEAN.

“Selain itu, mempromosikan keberagaman di ASEAN untuk mencapai pemahaman bersama mengenai budaya yang bisa meinimalkan atau bahkan menghilangkan rasisme,” kata Hilmar.

Ia menyebutkan sederet program ASEAN yang diadakan di Indonesia sepanjang 2014 sampai 2020, antara lain kolaborasi performing art on puppet performance di Solo, ASEAN Food Festival, ASEAN Cultural Heritage Digital Archive (ACHDA), art biennales, Artjog, ArtJakarta, ArtBali, dan sebagainya. Sementara sederet Program ASEAN pada 2020, antara lain, Asean Film Week di Hanoi, ASEAN Rok Music Festival di Korea, ASEAN Traditional Costume Exhibition, dan lain-lain.

“Pandemi Covid-19 juga membuat kegiatan festival ditunda, namun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga berusaha memberi solusi dengan sejumlah program,” tuturnya.

Program yang dimaksud, seperti, Apresiasi Pelaku Budaya dengan memberikan bantuan kepada leih dari 10.000 seniman dan pekerja seni dan budaya di Indonesia, memfasilitasi kegiatan seminar dan diskusi melalui pengalaman virtual Youtube channel @budayasaya, serta mengumpulkan lebih dari 200 pembuat film dokumenter untuk merekam perubahan budaya di masyarakat Indonesia melalui program Rekam Pandemi.

Direktur Kerjasama Sosial dan Budaya ASEAN Kementerian Luar Negeri, Riaz Saehu, menuturkan pada awal berdirinya, ASEAN lebih bekerja sama di bidang politik. Dalam perkembangannya, ASEAN juga percaya kerjasama ekonomi tak kalah penting, tak terkecuali bidang ekonomi kreatif.

“Orang dan komunitas menjadi pusat dari organisasi ini sehingga kerja sama ASEAN pun meliputi banyak aspek,” ucapnya.
Menurut Riaz, ada sejumlah poin penting yang menjadi diskusi serius di ASEAN terkait dukungan ekonomi kreatif, seperti pemberdayaan perempuan dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). [hmk]

4.7/5 - (3 votes)

Simak Pula Pawarta Tentang , Atau Adicara Menarik Lain Oleh Haiki Murakabi


Tentang Haiki Murakabi

BACA JUGA:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *