Pawarta Adicara!

JARINGACARA sebagai media publikasi memiliki keinginan turut memberi warna dalam mengabarkan segala agenda acara seni budaya, pariwisata, warta, cuaca, juga menebarkan canda-tawa.
Perihal kontak kerjasama publikasi pun media partner, sila simak “Syarat dan Ketentuan“.

HIGHLIGHT
   
Art Exhibition: Obstacles di Green Host Boutique Hotel Prawirotaman Yogyakarta

Art Exhibition: Obstacles di Green Host Boutique Hotel Prawirotaman Yogyakarta


Diwartakan oleh Rika Purwaka pada 12 Januari 2020   (4,504 Readers)

Beberapa bulan terakhir, dunia banyak diributkan dengan berbagai macam isu seperti isu feminisme, kepedulian terhadap alam, dan sosial budaya. Berbagai isu yang muncul memicu banyaknya kritik dan opini dari berbagai pihak. Banyak yang menunjukkan kepeduliannya baik melalui media sosial maupun dalam bentuk aksi nyata.

Art Exhibition: Obstacles yang digelar dengan lokasi berada di Green Host Boutique Hotel Prawirotaman Yogyakarta menjadi pameran yang dilaksanakan oleh sembilan seniman asal Jogjakarta, tak lain akibat tergugah dari fenomena-fenomena di atas, baik itu kepeduliannya terhadap alam, isu feminisme, pun sosial budaya.

Sembilan seniman Yogyakarta yang berkontribusi pada pameran seni bertajuk “Art Exhibiton: Obstacles” tersebut antara lain adalah Dimas Saputra, Dirada Mahendra, Enggar Rhomadioni, Gilang Nuari, Lintang Pramono, Martinus Bitu, M. Aditya Pratama, Ria Ayu Astari, dan Ummi Sahabrina Damas. Tak ketinggalan Adella Putri yang hadir juga sebagai penulis dalam pameran ini, di mana ia juga turut mengekspresikan gagasan terhadap berbagai isu yang terjadi melalui sebuah karya.

Pameran Art Exhibiton: Obstacles agendanya dibuka pada tanggal 15 Januari 2020, dan berlangsung hingga 15 Februari 2020. Diperuntukkan bagi umum, dan dilaksanakan di Green Host Boutique Hotel yang beralamat di Jalan Prawirotaman 2, No 629, Brontokusuman, Mergangsan, Yogyakarta.

Citra sebagai kurator dari Langgeng Art Space juga hadir dalam pembukaan pameran seni ini, untuk kemudian menyampaikan  kesan-kesannya terkait gagasan yang dibawa oleh Sembilan perupa tersebut.

Pameran Obstacles bertujuan untuk mengapresiasi sejauh mana pemahaman terhadap perkembangan seni rupa dan memperkenalkan pengalaman maupun hal baru dalam karya visual maupun ide konseptual yang tertuang dalam wujud karya dan tulisan. Pameran Obstacles menegaskan pada “hambatan” yang tentu dirasakan manusia ketika mencoba untuk menunjukkan kepedulian atau melakukan perubahan dalam masyarakat. Edukasi mengenai sikap empati dan simpati juga secara implisit ada dalam pameran Obstacles. Setelah menghadiri pameran ini, pengunjung diharapkan dapat lebih kritis melihat isu-isu sosial yang muncul di masyarakat.

Narasi Obstacles

Art Exhibition: Obstacles di Green Host Boutique Hotel Prawirotaman YogyakartaManusia kerap berteduh di bawah atap dosa-dosa yang mulai dilazimkan. Semua pelanggaran dan hal-hal yang tak wajar terlihat sangat jelas, namun pada titik tertentu manusia justru memilih menjadi buta. Menutup mata atas bencana karena ulah tangan mereka atau menjadi tuli karena hak-hak minoritas yang masih diperdebatkan. Kampanye untuk menjaga semesta dan menciptakan masyarakat raharja tampaknya hanya gimik belaka. Pilar-pilar humanisme tak lagi kokoh menyangga tabiat manusia yang semakin semena-mena. Alam, binatang, bahkan kaumnya sendiri menjadi bukti runtuhnya sebuah empati. Menyiratkan kekhawatiran akan tujuan adanya manusia sebagai khalifah di bumi untuk menjaga dan merawat semesta.

Pembalakan hutan secara liar dan konsumsi plastik yang tanpa ampun kian melukai ibu pertiwi. Pilunya bumi diikuti sayup-sayup kelompok wanita yang menyuarakan gerakan emansipasi wanita nyatanya tidak lantas mengikis semua pemikiran konservatif. Mereka adalah satu contoh dari kelompok minoritas yang haknya mungkin kita rampas.

Banyaknya isu-isu sosial dan budaya yang menjadi dilema dan menciptakan retorika tentang bagaimana sebenarnya dunia ini seharusnya bekerja. Beban yang dipikul manusia tampaknya terlalu berat hingga mereka mulai membuat ilusi sendiri tentang konstruksi masyarakat dan menciptakan sistem kasta bahwa manusia lebih tinggi derajatnya dibandingkan hewan dan alam. Bahkan manusia beranggapan bisa lebih tinggi derajatnya dibandingkan manusia lain.

Layer jabatan dan nama belakang yang mulai menutup esensi manusia untuk saling menghormati satu sama lain. Proses akulturasi yang terjadi sehari-hari terasa semakin memudar.

Beberapa manusia membuka mata pada runyamnya dunia, lebih banyak lagi yang memilih buta. Menjalani kehidupan dan bersikap baik-baik saja seakan dunia sudah berjalan sebagaimana mestinya. Tapi kadang menjadi buta adalah pilihan. Pilihan untuk tidak membuka mata pada sekitar dan pilihan untuk tetap hidup tanpa bersentuhan. [rpw]

Klik Rating-Bintang!

Simak Pula Pawarta Tentang , Atau Adicara Menarik Lain Oleh Rika Purwaka


Tentang Rika Purwaka