Pawarta Adicara!

JARINGACARA sebagai media publikasi memiliki keinginan turut memberi warna dalam mengabarkan segala agenda acara seni budaya, pariwisata, warta, cuaca, juga menebarkan canda-tawa.
Perihal kontak kerjasama publikasi pun media partner, sila simak “Syarat dan Ketentuan“.

4.8/5 - (6 votes)
HIGHLIGHT
   
Pergelaran Musikalisasi Sastra 2019

Perjalanan Setelah Kata dari Musikalisasi Sastra 2019 yang Bertajuk ‘Jentera’


Diwartakan oleh Official Adm pada 25 September 2019   (4,227 Readers)

Perjalanan Setelah Kata yang mengalir seiring dengan Musikalisasi Sastra 2019 dengan mengusung tema “Jantera” kali ini bukan lagi sebatas kalimat yang terpantik sebagai sebaris syair dalam puisi. Pasalnya, justru perjalanan setelah kata itulah yang sudah selayaknya digali pula demi mendapatkan kedalaman yang terjadi.

Ya, perjalanan setelah kata menjadi hal yang dikaji usai dihelatnya pagelaran Musikalisasi Sastra 2019 pada hari Jumat 20 September 2019 silam yang bertempat di Gedung Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta. Pagelaran tersebut sejatinya merupakan rutinitas tahunan yang telah diselenggarakan dari tahun 2013, yaitu merupakan salah satu bentuk tafsir- tafsir musikal yang bersumber dari karya sastra.

Perjalanan Setelah Kata dari The Wayang Bocor dan Gunawan Maryanto di Musikalisasi Sastra 2019Dalam menggali ‘perjalanan setelah kata’, Studio Pertunjukan Sastra (SPS) Yogyakarta berkolaborasi dengan kegiatan Ruang Temu Pentas Sastra Lintas Komunitas bertajuk Festival Sastra Yogyakarta alias Joglitfest 2019 menyelenggarakan kegiatan Bincang-bincang Sastra (BBS) edisi ke-168 bertajuk “Mbara, Perjalanan Setelah Kata”. Pokok bahasan dari bincang sastra kali ini tak lain adalah perihal proses kreatif yang ada di balik Pagelaran Musikalisasi Sastra 2019 tersebut.

Bincang sastra itu sendiri dilakukan sehari selepas pementasang, yaitu pada hari Sabtu malam, 21 September 2019, dengan tempat berada di Ruang Seminar TBY.

Latief S. Nugraha yang berlaku sebagai carik SPS Yogyakarta mengungkapkan bahwa “Perjalanan setelah kata” menjadi salah satu kesadaran dari ungkapan Sapardi Djoko Damono dalam puisinya yang berjudul “Dalam Bis”. Ialah kalimat yang berbunyi “Sebermula adalah kata…” sebagai ungkapan yang tepat guna merangkum peristiwa pascasastra yang hadir selama ini.

“Menuju pementasan yang tersaji dalam Pergelaran Musikalisasi Sastra 2019 semalam, tentu ada proses kreatif yang dilalui. Jalan panjang menuju panggung yang gemilang cahaya itulah yang dibabar dalam acara Bincang- Bincang Sastra edisi 168 kali ini. Satu proses alih wahana dari teks yang tersusun di atas kertas menuju satu perunjukan agung di atas pentas justru menjadi penting untuk diperbincangkan,” ungkap Latief S. Nugraha, pria yang terlahir di puncak pegunungan Menoreh, Kulon Progo Yogyakarta.

Pada malam pagelaran Musikalisasi Sastra 2019, usai persembahan dari Api Kata Bukit Menoreh yang menafsir puisi-puisi karya Abdul hadi W.M., Ragil Suwarna Pragolapati, Darmanto Jatman, Endang Susanti Rustamaji, Subagio Sastrowardoyo, dan M. Thahar dalam karya seni lukis atau sastra rupa, pengunjung yang hadir di area Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani Gondomanan tersebut selanjutnya disuguhi penampilan memukau dan jenaka dari The Wayang Bocor. The Wayang Bocor sendiri merupakan pertunjukan seni yang penggagasnya adalah pelaku seni rupa, Eko Nugroho.

Di bawah arahan Gunawan Maryanto yang merupakan sutradara, pertunjukan wayang kontemporer dari The Wayang Bocor ini mengusung tajuk “Permata di Ujung Tanduk”. Ia merupakan cerita yang diangkat dari puisi-puisi perihal Sakuntala karya sang sutradara, terpantik dari buku kumpulan puisi karya Gunawan Maryanto pula dengan judul ‘Sakuntala’.

Bincang-bincang Sastra edisi ke-168 bertajuk Mbara, Perjalanan Setelah Kata -JoglitfestGunawan mengungkapkan bahwa apa yang tersajikan pada Pagelaran Musikalisasi Sastra 2019 bertajuk ‘Jentera’ tersebut memang berangkat dari puisi-puisinya dalam buku kumpulan Sakuntalayang diterbitkan oleh Gramedia tahun 2018. Pria yang aktif di Teater Garasi tersebut mengaku tak elok jika harus mengambil dari karya orang lain.

“Puisi karya orang lain saya tidak tega menggarapnya, karena karya, termasukpuisi, itu kan ‘anak’ kita. Mereka itu suci!” Gunawan Maryanti memaparkan dengan dibumbui candaan.

“Penekanan kami memang pada aspek visual wayangnya sendiri, yang bercerita tentang tokoh-tokohnya sebagai satu pencarian utama dari penampilan tersebut. Berkaitan dengan apa yang ditampilkan semalam, kami memang telah melalui proses persiapan dengan rangkaian-rangkaian latihan.Kami secara rileks ‘bermain-main’, sekaligus menguji seberapa leluasa kami dapat bermain dengan puisi-puisinya,” lanjut pria yang selain berteater juga telah malang melintang dalam dunia keaktoran tersebut.

Kecuali persembahan daru Api Kata Bukit Menoreh dan The Wayang Bocor, Pagelaran Musikalisasi Sastra tahun 2019 juga dimeriahkan oleh Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Swara Wadhana UNY dan juga Kelompok Kampungan. Seperti telah disaksikan banyak orang, pagelaran itu berlangsung dengan gemilang. Sekira 800 kursi penonton di Gedung Concert Hall TBY dipenuhi para penonton yang sebagaian besarnya merupakan generasi milenial.

Karenanya, masih dalam mengurai ‘Perjalanan Setelah Kata’ pada Bincang-bincang Sastra malam itu, kecuali Gunawan Maryanto, dihadirkan pula sosok-sosok yang terlibat, baik penampil maupun pengonsep. Di antaranya adalah Lukas Gunawan Arga Rakasiwi yang merupakan pelatih Paduan Suara Mahasiswa Swara Wadhana UNY, L. Surajiya sebagai pelukis yang mewakili Api Kata Bukit Menoreh, dan juga Sukandar yang merupakan salah satu pegiat Studio Pertunjukan Sastra. Sementara Bram Makahekum yang dituakan dan menjadi pemimpin dari Musik Kelompok Kampungan malam itu berhalangan hadir. []

4.8/5 - (6 votes)

4.8/5 - (6 votes)

Simak Pula Pawarta Tentang , Atau Adicara Menarik Lain Oleh Official Adm


Tentang Official Adm