Pameran Seni Rupa ‘Akar Hening di Tengah Bising’ FKY 2020 Digelar di Museum Sonobudoyo
Sebagai siasat untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona, maka ada banyak acara dilakukan secara daring alias online, baik itu melalui video conference, live streaming, dan hal lain semacamnya. Pun yang diterapkan pada helatan rutin tahunan bertajuk Festival Kebudayaan Yogyakarta. Namun kenyataannya ada beberapa hal yang tak bisa maksimal dan bahkan kurang tepat apabila helatan itu dilaksanakan hanya sebatas secara daring saja, satu di antaranya adalah pameran seni rupa.
Pameran Seni Rupa bertajuk Akar Hening di Tengah Bising yang merupakan salah satu rangkaian acara FKY Mulanira 2 pada akhirnya disajikan dengan melalui dua metode kunjungan, yaitu baik kunjungan virtual dengan konsep 360° dan juga kunjungan secara langsung namun terbatas sebagaimana aturan protokol kesehatan.
Ikhwal kunjungan virtual dengan konsep 360° tersebut dilakukan melalui website www.fkymulanira.com, sementara untuk kunjungan langsung secara offline/luring dilakukan dengan lokasi berada di Kompleks Museum Sonobudoyo, tepatnya mulai tanggal 21 dan akan berakhir pada tanggal 26 September 2020 pukul 10.00-18.00 WIB.
Pada pameran seni rupa bertajuk Akar Hening di Tengah Bising kali ini, FKY menghadirkan 33 seniman dengan ragam sebaran medium karya mulai dari lukisan, patung, instalasi, fotografi, audio visual, dan performance. Sejumlah 33 seniman yang berpartisipasi di antaranya adalah sebagai berikut:
- Tedjo Badut
- Wok The Rock
- Timoteus Anggawan Kusno
- Yuli Prayitno
- Popok Tri Wahyudi
- Ampun Sutrisno
- Wimo Ambala Bayang
- Wisnu Auri
- Nanik Indarti
- Yuvita Dwi Raharti
- Andreas Siagian
- FA Indun
- Fitri DK
- Ferial Affif
- Alie Gopal
- Ficky Tri Sanjaya
- Aik Vela Prastica
- Chrisna Fernand
- Handiwirman
- Abdi Setiawan
- Bioscil
- Pewarta Foto
- Marten Bayu Aji
- Chandra Rosellini
- Widi Pangestu
- Terra Bajhraghosa
- Kokok P Sancoko
- Galih Johar
- S. Teddy Darmawan
- Pupuk Daru Purnomo
- Sugeng Oetomo
- Ignasius Kendal
- The Freak Show Men.
Lisistrata Lusandiana sebagai salah satu kurator seni rupa pada helatan Festival Kebudayaan Yogyakarta tahun 2020 menuturkan bahwa karya para seniman yang dipamerkan berangkat dari semangat Akar Hening di Tengah Bising. Pemilihannya pun melalui pertimbangan yang mengkombinasikan unsur rasional dan instingtif.
“Kami memilih para seniman ini karena melihat greget karyanya, stamina dalam berkaryanya, karyanya itu sendiri, laku kekaryaannya, serta statement dan cerita dari karya itu,” ujar Lisis.
Salah satu karya yang dihadirkan di pameran ini berupa Arca Siluman Macan, yang jika diamati sekilas, kita akan terkecoh dan mengira bahwa arca tersebut merupakan satu kesatuan dengan Museum Sonobudoyo. Kalaupun tidak terkecoh, kesan kita pertama kali barangkali bingung dan pulang ke rumah dengan sejuta pertanyaan. Tetapi, jika kita berjalan lebih dekat, dan mengarahkan kamera Handphone ke qr code, kita akan melanjutkan petualangan kita ke https://siluman.tanahruncuk.org/.
Selain itu, ada pula karya Terra Bajraghosa yang memilih memadukan karya seni visual modern yang diramu dari benda-benda yang bisa kita temukan di sekitar kita. Bungkus teh, yang biasanya kita buang dan abaikan, oleh Terra Bajhraghosa, masih disimpan dan diolah menjadi karya.
“Setiap seniman memang punya keunikan tersendiri dalam setiap karyanya. Namun berangkat dari tema Akar Hening di Tengah Bising itu sendiri ada unsur sederhana dan puitis yang coba disampaikan ke penikmat seni,” ungkap Lisis.
Menurutnya, pameran seni rupa tahun ini lebih menantang, selain memberlakukan konsep baru dalam kunjungannya, juga ada beberapa karya yang ‘challenging’, karena estetikanya sesungguhnya hadir melalui komunikasi antar manusia, bukan di ruang pameran. Seperti karya berjudul ‘Share with You’.
Chandra Rosellini yang juga menjadi salah satu seniman yang berpartisipasi di pameran seni rupa bertajuk Akar Hening di Tengah Bising ini mengaku senang dapat turut serta bergabung dan berpartisipasi. Tak tanggung-tanggung, Chandra memilih menghadirkan karya yang bercerita tentang dirinya sendiri.
“Ini pertama kalinya saya bisa bergabung dalam event besar seperti FKY. Akhirnya saya memilih karya yang jujur menurut saya, menceritakan tentang identitas saya yang lahir berbeda dari orang pada umumnya. Karya ini juga sesuai dengan tema Akar Hening di Tengah Bising itu sendiri,” paparnya.
Kesan depresif dan tidak bisa mengontrol diri sendiri nampak dalam karya lukisannya. Ia melukis dengan arang dipadukan dengan pensil dan cat air di atas kanvas.
“Kenapa arang, arang ini juga menggambarkan diri saya dan mungkin juga manusia lain yang sangat rapuh,” ungkapnya.
Di lain sisi, Prihatmoko Moki sebagai salah satu kurator pula dalam pameran seni rupa bertajuk Akar Hening di Tengah Bising ini ikut menanggapi karya Chandra. Menurutnya Chandra merupakan seniman yang unik dan kreatif karena membuat karya yang dimulai dari hal yang paling dekat dengan dirinya sendiri. Termasuk berani mengungkapkan identitasnya dalam sebuah karya.
The Freak Show Men turut hadir dalam pameran FKY kali ini dengan menampilkan seni pertunjukan yang berjudul Piknik Seru Rabu Sore pada 23 September 2020. Dimainkan oleh Babam Zita dan Arvenanda, The Freak Show Men mencoba mengkritisi isu dalam kehidupan sosial saat ini, seperti soal kebersihan, persoalan lingkungan, juga tentang keribetan orang saat akan menikmati makanannya.
Dalam pertunjukannya, mereka menggunakan satu set meja makan berlapis plastik lebar, kemudian berperan menjadi seseorang yang sedang selfie, eksis, alay, lebay, dan check in sebelum mereka makan makanan mereka. Tak lupa juga ada adegan menyemprotkan disinfektan pada setiap perabotan makan yang memberi kesan ‘ribet’.
“Ini juga menjadi sindiran bagi pengunjung pameran seni rupa yang kebanyakan datang ke pameran hanya untuk berfoto kemudian pamer di sosial media, namun tidak benar-benar menikmati karya-karya di pameran itu sendiri,” ujar Babam.
Khas dengan kostum berwarna-warni dan muka yang tertutup penuh oleh kain, The Freak Show Men sudah menampilkan karya-karyanya di berbagai event seni pertunjukan maupun pameran seni rupa.
Tiga Sesi Kunjungan dalam Pameran Seni Rupa ‘Akar Hening di Tengah Bising[
Direktur Kreatif FKY Gintani Nur Apresia Swastika menambahkan, pameran seni rupa ini memberlakukan tiga sesi dalam kunjungan langsung, yaitu:
- Sesi I pukul 10.00 sd 12.00 WIB
- Sesi II pukul 13.00 sd 15.00 WIB
- Sesi III pukul 16.00 sd 18.00 WIB.
Kecuali itu, selama penyelenggaraan FKY juga menghadirkan instalasi tata cahaya di luar gedung Museum Sonobudoyo yang bisa dinikmati pengunjung tanpa masuk ke ruang pameran pada pukul 18.00-19.00 WIB.
“Karena di tengah pandemi kami harus melaksanakan kegiatan sesuai protokol kesehatan yang ada, akan diberlakukan aturan selama kunjungan langsung ke pameran, seperti pemeriksaan suhu tubuh, pengaturan jarak orang, durasi lama kunjungan, dan jumlah pengunjung,” jelas Gintani
Diberlakukan juga pembatasan kunjungan, yaitu 30 orang per sesi dan harus melakukan registrasi terlebih dahulu, serta diwajibkan mengenakan masker. Pengunjung dapat mengisi data diri, memilih tanggal, dan sesi kedatangan pada form pendaftaran Kunjungan Langsung di https://www.fkymulanira.com/pameran.
Sedangkan untuk kunjungan virtual, pengunjung dapat menekan tombol “Kunjungan Virtual” di laman https://www.fkymulanira.com/pameran dengan konsep 360°. Pengunjung dapat mengikuti arahan instruksi yang telah disediakan dan melihat detail karya pada laman website tersebut. Khusus kunjungan virtual tidak dibatasi, pengunjung bisa menyaksikan 24 jam setiap harinya. [hmk]
Tinggalkan Balasan