Pawarta Adicara!

JARINGACARA sebagai media publikasi memiliki keinginan turut memberi warna dalam mengabarkan segala agenda acara seni budaya, pariwisata, warta, cuaca, juga menebarkan canda-tawa.
Perihal kontak kerjasama publikasi pun media partner, sila simak “Syarat dan Ketentuan“.

HIGHLIGHT
   
Karya Gede Mahendra Yasa di Tirtodipuran Link

Tirtodipuran Link Gelar Pameran Tunggal Untuk 3 Seniman: Heri Dono, Jompet Kuswidananto, Gede Mahendra Yasa


Diwartakan oleh Official Adm pada 27 Juni 2023   (1,808 Readers)

Seiring digelarnya Pameran Seni Kontemporer ARTJOG, dirayakan pula ragam pameran seni rupa di Yogyakarta, salah satunya adalah yang berlokasi di Tirtodipuran berjuluk Srisasanti Syndicate dengan galeri yang bernama Kohesi Initiatives serta Srisasanti Gallery.

Adalah Tirtodipuran Link yang menjadi venue dipresentasikannya karya-karya dari 3 seniman, yang masing-masing melakukan pameran tunggal. Mereka ialah Heri Dono, Jompet Kuswidananto, dan Gede Mahendra Yasa.

  • Heri Dono | Worship to Power

Worship to Power merupakan pameran tunggal pertama Heri Dono bersama galeri Kohesi Initiatives – Tirtodipuran Link yang menampilkan karya-karya yang merespons masa-masa kritis demokrasi Indonesia sekaligus menghadirkannya dalam konteks masa kini yang menjadi upaya aktif untuk melawan lupa. Salah satu bagian dari pameran ini yang bersifat performatif diharapkan dapat memberikan pengalaman nyata tentang pergolakan dan represi politik tahun 90-an.

Narasi dalam pameran tunggal Heri Dono ini dibangun berdasarkan dua karya yang dibuat pada masa-masa kritis demokrasi saat rezim Orde Baru, yaitu “Worship to Power” (10th Biennale of Sydney, 1996) dan “Blooming in Arms” (Museum of Modern Art Oxford, 1996). Kedua karya ini tak pernah pulang ke Indonesia, oleh karena itu, sang seniman merekonstruksi karya-karya ini dengan memanfaatkan studi, materi arsip, dan katalog lamanya. Ini adalah kali pertama karya-karya seni penting ini dipamerkan di Indonesia sebagai catatan dari sebuah era, di masa ketika komentar sosial dan seni politik berhadap-hadapan dengan musuh terbesarnya: pemerintah otoriter dan kebijakan sensor yang brutal.

Praktik artistik Heri Dono membentang selama lebih dari tiga dekade dan dibentuk oleh rangkaian peristiwa sosial-politik di Indonesia. Sebagai seorang seniman, gejolak sosial-politik ini menarik perhatian dan mempengaruhi praktiknya. Dia mengamati dan mengolahnya ke dalam karya seni lintas medium, mulai dari lukisan, wayang, performa, instalasi, dan sebagainya. Dalam hal ini, dia menggunakan medium penciptaan berbagai karyanya sebagai bentuk komentar sosial, pandangan, dan respons terhadap kejadian di sekitarnya. Isu-isu sosial-politik turut membentuk sebagian besar seniman seangkatan dengan Heri Dono, tetapi mulai memudar seiring dengan generasi baru yang tumbuh dalam konteks sosial-politik yang berbeda.

Pameran tunggal Heri Dono yang diagendakan digelar di Tirtodipuran Link ini menawarkan platform untuk berdiskusi dan merefleksikan masa lalu, masa kini, dan masa depan Indonesia, mengundang audiens untuk terlibat dengan isu-isu kompleks dan bermultifaset yang mendasari lanskap sosial, politik, dan budaya negara ini. Worship to Power adalah pengingat bagi kita untuk menolak lupa, pengingat bagaimana sejarah bisa membentuk kita menjadi lebih baik, dan menghargai dampaknya pada masa depan.

Setelah dibuka pada hari Sabtu tanggal 1 Juli 2023 (pukul 17:00 WIB), Worship to Power agendanya juga dibuka untuk umum mulai 2 Juli hingga 15 Oktober 2023, dengan jam buka galeri adalah Selasa – Minggu,12:00 – 19:00 WIB.

Karya Heri Dono di di Tirtodipuran Link

  • Jompet Kuswidananto | Dream Express: Personalized History of Mysticism

Selain Heri Dono, Kohesi Initiatives juga mempersembahkan Pameran bertajuk Dream Express: Personalized History of Mysticism sebagai pameran tunggal karya Jompet Kuswidananto yang mengeksplorasi hubungannya dengan kekuasaan, yang dijahit oleh pendirian negara (pemerintah), agama (gereja), dan kolonialisme.

Pilihan kata “personalized” alih-alih “personal” yang digunakan Jompet mengacu pada usaha aktif membuat sejarah yang dirangkai secara khusus untuk orang tertentu. Kata ini menandakan adanya upaya melibatkan diri secara aktif, menjadikan diri sebagai tolok ukur, sekaligus menjadi simbol kepemilikan atas ikatan mikro yang personal dan istimewa. Lebih jauh dari sekadar menyajikan narasi yang dipersonalisasi, personalized history secara aktif merupakan upaya mengklaim sejarah dari kanon utama dan menyesuaikannya dengan kebutuhan pribadi tanpa mempedulikan ukuran dan legitimasi penguasa.

Sementara kata ‘Mysticism’ yang dipagut sebagai salah satu judul dalam pameran ini secara khusus mengacu pada gelombang kepercayaan yang menjadi katalis bagi pemberontakan. Pameran ini menghadirkan jejak-jejak nalar pembangkangan mulai dari narasi atas hari kiamat, produksi benda spiritual, ziarah dan penghormatan terhadap arwah-arwah tokoh pemberontak, hingga ritual dan proses kesurupan.

Karya-karya Jompet dalam pameran yang dihelat di area Tirtodipuran Link ini menyajikan pengalaman tubuh yang menyeluruh melalui stimulasi cahaya, suara, tekstur, dan juga alur dramaturgi. Pengalaman ini penting untuk dinikmati seutuhnya, lengkap dengan narasi personal yang disusun dari ingatan seniman. Melalui cahaya dan suara, karya-karya yang dihadirkan dalam pameran ini menstimulasi penonton untuk larut dalam kekacauan dan pembangkangan. Disajikan dengan alur dramaturgi, kita dibawa ke dalam sebuah ziarah spiritual dan visual untuk menyaksikan narasi yang dihadirkan langsung dari benak Jompet.

Serupa dengan pameran tunggal Heri Dono, Dream Express: Personalized History of Mysticism oleh Jompet ini juga dibuka untuk umum mulai 2 Juli – 15 Oktober 2023, dengan jam buka galeri adalah Selasa – Minggu, 12:00 – 19:00 WIB.

Pameran Tunggal Jompet Kuswidananto di Tirtodipuran Link

  • Gede Mahendra Yasa | Mahendra Yasa: Marga Abstrak

Setelah Heri Dono dan Jompet Kuswidananto, masih dalam satu area di Titodipuran Link, tepatnya di Srisasanti Gallery dipersembahkan pula Mahendra Yasa: Marga Abstrak sebagai pameran tunggal dari seniman bernama Gede Mahendra Yasa.  Dalam pameran kali ini, Mahendra Yasa mencoba mempertimbangkan kembali lukisan bukan sebagai representasi dari sebuah gambaran, melainkan melihat keberadaan gambaran tersebut sebagai representasi dari sebuah lukisan.

Pameran tunggal ini menampilkan karya-karya lukisan abstrak baru oleh Mahendra Yasa. Mahendra Yasa, dalam kalimatnya sendiri:

“[…] yang saya riset sekarang adalah medium yang umum dipakai, akrilik, oil, enamel yang lebih populer dibanding enkaustik. Kalau secara pencarian konten atau isinya, saya lebih in depth sekarang, makin modernis atau konservatif. Seni abstrak itu harus dilakoni, persis seperti filsafat (di zaman) sekarang.”

Cara melukis yang ditentukan oleh sifat-sifat material—khususnya cat—bagi Mahendra Yasa, seperti yang tampak pada lukisan-lukisan abstraknya di pameran ini sangat menentukan apa yang terjadi di atas kanvasnya.

Mahendra Yasa: Marga Abstrak sebagai judul dari pameran tunggal oleh Mahendra Yasa di kompleks Tirtodipuran Link ini agendanya dibuka untuk umum mulai 30 Juni hingga 30 Juli 2023, dengan jam buka galeri adalah Senin – Jumat, 12:00 – 19:00 WIB, dan Sabtu – Minggu pukul 12:00 – 20:00 WIB. []

Heri Dono, Blooming in Arms, 1995, Mixed media installation, Variable dimensions

4.9/5 - (8 votes)

Simak Pula Pawarta Tentang , Atau Adicara Menarik Lain Oleh Official Adm


Tentang Official Adm