Pawarta Adicara!

JARINGACARA sebagai media publikasi memiliki keinginan turut memberi warna dalam mengabarkan segala agenda acara seni budaya, pariwisata, warta, cuaca, juga menebarkan canda-tawa.
Perihal kontak kerjasama publikasi pun media partner, sila simak “Syarat dan Ketentuan“.

HIGHLIGHT
   
Creative Sharing Heri Pemad-Kamila Andini-Ria Papermoon-Ari Wulu-JFFE - Jogja Festivals Forum dan Expo | Helatan JFFE

JFFE 2020 Mendorong Dilahirkannya Perda tentang Festival di Yogyakarta


Diwartakan oleh Haiki Murakabi pada 23 November 2020   (3,350 Readers)

Jogja Festivals Forum And Expo yang kemudian disingkat dengan JFFE untuk helatan tahun ke duanya di 2020 telah berakhir pada Jumat, tanggal 20 November 2020). Helatan rutin tahunan yang diselenggarakan selama 4 hari ini sudah mengumpulkan berbagai pemangku kepentingan festival di Yogyakarta untuk mendukung terwujudnya peraturan daerah (perda) berupa peraturan gubernur (pergub).

Perihal helatan JFFE ini, Dinda Intan Pramesti Putri selaku Direktur Pelaksana Jogja Festivals menuturkan bahwa perda itu perlu dihadirkan karena ia bisa membuat pegiat festival semakin yakin menyelenggarakan acaranya, pun dengan manajemen festival , ia akan lebih baik dan tentu saja selalu memikirkan ragam program yang berkelanjutan. Misal, festival tahun depan sudah mulai disiapkan ketika festival tahun ini berjalan.

Selain mendorong keberadaan pergub, dari helatan JFFE 2020 ini juga timbul keinginan untuk menyinergikan para pemangku kepentingan festival sehingga tercipta ekosistem festival yang baik di Yogyakarta. Sinergi ini juga didorong ke dalam bentuk nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) di antara para pemangku kepentingan festival di Yogyakarta.

“Selama ini memang masih ada missing link, jadi ketika ada satu festival digelar, belum semua pemangku kepentingan tahu dan bergerak,” ujar wanita yang juga acap dipanggil Dintan tersebut.

Menurut Dintan, sebagai kota festival seharusnya pemangku kepentingan bisa saling bersinergi. Jadi, ketika ada satu festival digelar, setiap bidang bisa secara otomatis bergerak. Misal, Perhimpunan Hotel Republik Indonesia (PHRI) bisa menginformasikan festival itu kepada tamu hotel, ASITA bisa menginformasikan kepada wisatawan, dan sebagainya.

Dintan tidak menampik jika setiap festival memiliki segmen penonton masing-masing. Namun, akan lebih baik jika menambah jumlah penonton dari kalangan wisatawan. Ia memaparkan bahwa festival itu luas cakupannya, karenanya apabila semua saling mendukung maka tentu saja akan terlihat Yogyakarta sebagai kota festival yang sudah matang.

Ia menuturkan berdasarkan perbincangannya dengan perwakilan ASITA DIY, konten berupa destinasi wisata sudah mulai tidak diminati. Ia pun menyarankan untuk mengubah pola pikir menempatkan festival menjadi konten utama. Pertimbangannya, tren wisatawan saat ini memilih tinggal lama di sebuah destinasi wisata karena ada acara atau festival di tempat itu. Setelah festival selesai, mereka baru mengunjungi objek-objek di destinasi wisata tersebut.

Jogja Festivals Forum dan Expo 2020Sehubungan dengan hal di atas, Singgih Raharjo yang merupakan Kepala Dinas Pariwisata DIY juga sudah mengantongi masukan dari para pegiat festival di Yogyakarta. Saat ini ia sedang menyusun road map supaya bisa mewujudkan tujuan dari pegiat festival di Yogyakarta. Ia juga menilai perlu penguatan pemahaman dan sinergi dalam dinamika festival di Yogyakarta. Menurut Singgih, masih ada pegiat festival yang belum paham terkait dukungan pemerintah dalam sisi anggaran.

“Baru sebagian kecil yang paham kalau pemerintah menganggarkan dana untuk mendukung sebuah kegiatan harus memakai pola perencanaan, artinya pengajuan proposal bisa satu atau dua tahun sebelumnya,” kata Singgih.

Selain itu, Singgih juga menilai perlu penguatan di kalangan organisasi perangkat daerah (OPD) supaya bisa saling bersinergi. “Di lingkup pemda, perlu ada dirijen berupa satu lembaga yang memberikan arahan yang pasti mengingat sebuah festival melibatkan banyak OPD,” tuturnya.

Sementara itu Antropolog UGM LS Don Charles mengatakan secara akademik, festival merupakan peristiwa multi purposes yang bisa dimanfaatkan di berbagai dimensi, ekonomi, diplomasi budaya, selain tentu saja kreativitas.

“Sebagian besar masyarakat memandang festival sebagai pesta, gratis, hura-hura, jangan dilupakan ada dampak ekonomi lokal yang disebut multiplying effect,” ujarnya.

Ia berpendapat di Yogyakarta memang ada beragam festival dengan pengertian yang bermacam-macam, mulai dari acara gratis sampai ajang bertemunya orang-orang. “Di Yogyakarta, justru masih jarang dilihat festival sebagai ajang promosi,” ucapnya.

Sampai saat ini Jogja Festivals telah memberikan berbagai kontribusi nyata terhadap pertumbuhan minat kunjungan festival sebagai salah satu aktivitas sosial yang berdampak pada pertumbuhan dampak penyelenggaraan festival dalam ragam perspektif sosial, ekonomi, infrastruktur, pendidikan, seni, dan kebudayaan.

Sesuai namanya, JFFE 2020 menghadirkan dua program besar, yakni forum dan ekshibisi. Di dalam forum ada sejumlah diskusi panel dan talkshow yang menghadirkan berbagai pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan festival dari pegiat festival, pemerintah daerah, pemerintah pusat, maupun pemangku kepentingan dari luar negeri.

Sementara, ekshibisi menjadi sarana presentasi, promosi dan transfer ilmu pengetahuan bagi para penikmat dan pegiat festival serta menjadi wadah pertemuan dan ajang kolaborasi lintas pemangku kepentingan festival: masyarakat, pemerintah, akademisi, dan bisnis.

Mengenai peserta dari helatan JFFE tahun 2020 kali terhitung ada lebih dari 26 yang turut serta berpartisipasi, nama-nama tersebut di antaranya adalah sebagaimana tersebut di bawah ini:

  1. Malioboro Coffee Night
  2. Prawiro Coffee
  3. Biennale Jogja
  4. Ngaran Kite Festival
  5. Jogja Design Weeks
  6. Sumonar
  7. Pasar Kangen
  8. Festival Film Dokumenter
  9. Jogjakarta Volkswagen Festival
  10. Pinasthika Creativestival
  11. Sewon Screening
  12. CRAFT International Animation Festival
  13. Rajawali Indonesia (JOGJAROCKARTA)
  14. Jogja Blues Eksplotion
  15. Bedog Art Festival
  16. Jogja Kite Festival
  17. Loka Festival
  18. CELLSBUTTON, Yogyakarta International Media Art Festival
  19. ARTJOG
  20. KUSTOMFEST – Indonesian Kustom Kulture Festival
  21. Jogja Coffee Event
  22. October Meeting – Contemporary Music & Musicians
  23. IDRF (Indonesia Dramatic Reading Festival)
  24. Yogyakarta Gamelan Festival (YGF)
  25. Keroncong Plesiran
  26. Jogja Creative Society (Mitra JFFE)

Selain tersebutkan di atas, beberapa festival ‘plat merah’ di area Yogyakarta juga turut di dalamnya, yaitu;

  • Dinas Kebudayaan DIY
    – Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY)
    – Pekan Seni Grafis Yogyakarta (PSGY)
    – Komikweeks
    – Jogja Street Sclupture Project (JSSP)
  • Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag)
    – Jogja International Batik Biennale (JIBB)
    – Jogja Fashion Week (JFW)
  • Dinas Pariwisata
    – Jogja Fashion Carnival

Demikian mengenai helatan JFFE tahun 2020, sebuah helatan yang pada awalnya pertama kali tahun 2019 silam diinisiasi oleh  Jogja Festivals, di mana Jogja Festivals sendiri berdiri pada 21 September 2014 dan diresmikan pada 9 Maret 2017 oleh 15 festival yang aktif berpartisipasi dalam proses kreatif di Indonesia. [hmk]

4.7/5 - (3 votes)

Simak Pula Pawarta Tentang , Atau Adicara Menarik Lain Oleh Haiki Murakabi


Tentang Haiki Murakabi