Pembukaan Festival Sastra Yogyakarta JOGLITFEST 2019 Menjadi Kabar Gembira bagi Sastra Indonesia
Pembukaan Festival Sastra Yogyakarta -JOGLITFEST tahun 2019 telah dilaksanakan di area Monumen Serangan Oemoem 1 Maret pada Jumat malam tanggal 27 September 2019 sekira pukul 20:00 WIB, yang sebelumnya juga telah diawalu dengan acara Galla Dinner di area Museum Benteng Vredeburg.
Pembukaan Festival Sastra Yogyakarta -JOGLITFEST tahun 2019 sebagai gelaran festival sastra pertama di Jogjakarta tersebut diawali dengan penampilan dari Yogyakarta Symphoni Orkestra, dan kemudian disusul oleh Gabrilia Fernandez. Keduanya mendapat tanggapan meriah dari ara pengunjung yang menonton sisi depan panggung. Antusiasme dan animo tersebut bukan saja datang dari para peserta JOGLITFEST, namun juga khalayak umum yang malam itu memadati area Titik 0 Kilometer di kawasan Jalan Malioboro.
Festival Sastra Yogyakarta atau dikenal pula dengan julukan JOGLITFEST sebagai akronim dari Jogjakarta Literary Festival adalah helatan yang terselengggara berkat kerjasama antara ‘Kundha Kabudayan’ a.k.a Dinas Kebudayaan Yogyakarta bersama dengan “Indonesiana” yang merupakan lembaga platform Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Indonesiana ini merupakan lembaga yang dibentuk guna mendorong dan sekaligus memperkuat upaya Pemajuan Kebudayaan. Hal ini sesuai UU No. 5 Tahun 2017 melalui gotong royong penguatan kapasitas daerah dalam menyelenggarakan kegiatan budaya sesuai azas, tujuan, dan objek pemajuan kebudayaan yang ditetapkan dalam UU No. 5 Tahun 2017. Ia juga merupakan platform kebudayaan Indonesiana yang berfokus pada konsolidasi untuk peningkatan standar tata kelola kegiatan budaya dan manajemen penyelenggaraan kegiatan budaya melalui dukungan atas penyelenggaraan festival-festival di daerah, baik penguatan terhadap festival yang sudah ada sebelumnya maupun mendukung penyelenggaraan. Dalam mendorong gotong royong yang melibatkan semua pihak sebagai pemilik kepedulian dan kepentingan atas pemajuan kebudayaan, platform ini ada juga guna mengembangkan kapasitas daerah dalam menyelenggarakan kegiatan budaya.
Dari platform Indonesiana dalam pemajuan kebudayaan guna mengembangkan kapasitas daerah dalam menyelenggarakan kegiatan budaya tersebut ada tiga bidang cakupannya, yang masing-masing adalah;
- Kuratorial dan Produksi
- Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management)
- Kkomunikasi dan Kerjasama
Perihal Grand Opening Festival Sastra Yogyakarta -JOGLITFEST tahun 2019 ini, Aris Eko Nugroho selaku Kepala Dinas ‘Kundha Kabudayan” alias Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta di atas panggung menyampaikan sambutan sekaligus laporan pertanggungjawaban acara. Dalam sambutan tersebut, diungkapkan bahwa sejatinya JOGLITFEST ini telah dimulai sejak pra-acara di awal bulan Agustus dan akan selesai pada tanggal 30 September 2019.
“Joglisfest adalah upaya pemantik perkembangan literasi dan sastra yang berkembang di Yogyakarta,” ungkap Aris Eko Nugroho.
Terkait dengan acara ini, turut hadir adalah Ir. Gatot Saptadi yang mewakili Sri Sultan Hamengkubawana X selaku Gubernur DIY. Gatot menyampaikan bahwa sastra dan budaya ibarat dua sejoli yang sehidup semati.
“Sastra dan budaya adalah jiwa bangsa,” ujar Gatot.
Bagi pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Daerah tersebut, sastra dan kebudayaan yang dihasilkan dari aktivitas manusia mengandung unsur keindahan. Sehingga bukan hal baru lagi ketika keindahan dalam kebudayaan tersebut menjadikan dan semakin mengukuhkan keistimewaan Yogyakarta pula.
“Keindahan dalam hidup dan memanusiakan manusia dan hal itu sejalan dengan semangat Yogyakarta hamemayu hayuning bawana,” ucap Gatot Saptadi.
Sementara itu Dr. Catarina Muliana Girsang yang merupakan staf ahli bidang regulasi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI menuturkan bahwa Yogyakarta adalah lumbung sastra Indonesia, karenanya, Yogyakarta telah banyak melahirkan sastrawan Indonesia.
Setelah sesi sambutan selesai, acara resmi dibuka dan diakhiri dengan foto bersama dengan beberapa elemen acara disertai memegang buku hasil dari karya-karya peserta aktif di Joglitfest 2019.
Selanjutnya pada acara Grand Opening Festival Sastra Yogyakarta -JOGLITFEST tersebut ditampilkan pula Silampukau dan Jogja Hiphop Foundation (JHF). Sementara Aan Mansur dengan puisi “Makassar”, dan juga Joko Pinurbo dengan puisi “Khong Guan”nya tampil menyelingi pergelaran malam Grand Opening JOGLITFEST tahun 2019 tersebut.
Dalam mengakhiri acara Grand Opening tersebut, Marzuki Mohammad bersama para punggawa Jogja Hiphop Foundation mendapat sambutan meriah dari ratusan penonton yang berjubel memadati SO 1 Maret. Sepanjang 30 menit. Penonton dimanjakan penampilan JHF yang penuh energi. Javanese Collective Hiphop Crew yang didirikan pada tahun 2003 ini tampil membawakan sepuluh lagu. Tiga diantaranya adalah “SOS”, “Jaman Edan”, “Topi Miring”, dan ditutup dengan andalan “Jogja Istimewa”. Penonton makin bersemangat. Mereka menaikkan suara setiap kali memasuki bagian reff lagu.
“Semoga festival ini berjalan setiap tahun. Memang, enggak mungkin langsung jadi dalam penyelenggaraan pertama. Kalau sudah lima tahun baru bisa dinilai apakah festival ini berhasil atau tidak. Kalau bagus lanjutkan, kalau jelek, ya, ditinggal. Namanya festival itu kudu diselenggarakan setiap tahun. Kalau lima tahun sekali, kuwi jenenge kenduren,” Marzuki sebagai pentolan grup musik yang bermarkas di area Jogja National Museum – Gampingan ini mengakhiri penuturannya.
Hal senada diungkapkan pula oleh Aan Mansyur yang membacakan puisi berjudul “Makassar” pada panggung Grand Opening Festival Sastra Yogyakarta tersebut.
“Saya tidak berekspektasi besar terhadap festival, sebab ini masih pertama. Saya hanya berpikir bahwa yang pertama ini memberi ruang bagi banyak hal kepada siapa pun yang terlibat di sini untuk belajar untuk mengadakan festival kedua, ketiga, dan seterusnya. Tapi yang perlu dicatat, Joglitfest adalah kabar gembira bagi Sastra Indonesia.” ungkap penyair yang puisinya dipantik dalam film Ada Apa dengan Cinta 2 ini.
Seiring dengan Pembukaan Festival Sastra Yogyakarta -JOGLITFEST ini yang digelar dalam helatan ini bukan saja sebatas pada hiburan semata, karena selain berliterasi, di dalamnya ada banyak aspek pendidikannya juga. Di antaranya adalah bentuk workshop, dongeng anak desa, dan juga apresiasi alih wahana dari sastra ke bentuk lain, baik ke lagu-musik, pun teater. Bahkan juga ke seni rupa sebagaimana yang dipersembahkan oleh kelompok Api Kata Bukit Menoreh yang telah dipersembahkan pada waktu sebelumnya. [hmk]
Tinggalkan Balasan