Pawarta Adicara!

JARINGACARA sebagai media publikasi memiliki keinginan turut memberi warna dalam mengabarkan segala agenda acara seni budaya, pariwisata, warta, cuaca, juga menebarkan canda-tawa.
Perihal kontak kerjasama publikasi pun media partner, sila simak “Syarat dan Ketentuan“.

4.9/5 - (9 votes)
HIGHLIGHT
   
Tribute to Djaduk Ferianto -Pic IG Gusti Arirang | Ibadah Musikal 100 Hari Djaduk Ferianto Menjadi Cara Mengenang Almarhum dengan Rasa Bahagia

Tribute to Djaduk Ferianto Menjadi Persembahan dalam Pentas Pantomim ‘Sowan’ dan Gelaran Musik ‘Ngayogjazz’


Diwartakan oleh Utroq Trieha pada 17 November 2019   (4,904 Readers)

13 November 2019, sekira pukul 2:30 WIB, begawan seni dan budaya Yogyakarta yang juga putera bungsu dari Bagong Kussudiardja sekaligus adik dari Butet Kertaradjasa telah berpulang kembali menuju pangkuan Sang Maha Kuasa. Sebagaimana dituturkan orang-orang terdekat, beberapa jam sebelumnya, di kawasan Jalan Munggur bersama teman-teman lain beliau masih aktif dalam rapat persiapan helatan musik Ngayogjazz yang hendak digelar 3 hari ke depan. Dan sekira pukul 00:30 WIB malam itu, beliau pamit merasa tak enak badan, sehingga juga sempat request air minum.

Tribute to Djaduk Ferianto pada akhirnya menjadi kalimat yang muncul menggantikan ketidak-hadiran beliau di atas panggung, bukan saja pada panggung Ngayogjazz, namun juga di panggung-panggung lain ke depannya.

Ya, lima hari sebelum berpulang, sosok Djaduk Ferianto juga masih sempat duduk di belakang pojok area Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, guna menghadiri undangan sekaligus menikmati sajian teater-kethoprak berbahasa jawa berjudul KAHANAN yang dipersembahkan oleh kawan-kawan seniman bertubuh mini pimpinan Nanik Indarti. Namun ke depan, kita sudah tak bisa melihat sosok beliau lagi, baik sebagai kawan sesama pecinta dan pelaku seni, sebagai sesama pekerja belakang layar dengan segala pernik dan tetek-bengek teknisnya, pun sebagai sosok yang mengayomi. Hanya saja, karya-karyanya tentu akan tetap abadi dan selalu bisa kita nikmati.

Tribute to Djaduk Ferianto oleh Jemek Supardi Broto Wijayanto Jamaluddin Latif di Pantomime Sowan

Tentu ada banyak kenangan dari tak sedikit orang yang pernah bersinggungan langsung dengan sosok almarhum Djaduk Ferianto. Dan itu tak sebatas satu titik-temu pada profesi yang sama, melainkan ada di segala lini. Jika di ranah sesama musisi tentu sudah tak terbilang lagi yang bersinggungan di sana, maka di belakang panggung, sosok Djaduk juga tak kalah pentingnya. Sosok-sosok di belakang panggung yang berhasil membuat segala helatan menjadi lancar digelar, tak lain adalah juga sebagian bentuk dari kontribusi dan hasil-didikan dari sang begawan Djaduk Ferianto.

Hal di atas seperti yang tertulis dalam status Instagram milik Gading Paksi sebagai sosok muda belakang layar kelompok teater boneka Papermoon Pupet dan juga aktif di gelaran ARTJOG sebagai pesta seni-rupa terbesar di Indonesia. Sebut saja mereka yang ada di belakang layar itu adalah Vindra Kirana, Anton Gendel, Yossy Herman, Donny Baskoro, Andreas Praditya, Heru Piyel, dan Bendol Rwonsix. Belum lagi nama-nama yunior mereka seperti Adam Kopong, Vandy, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Dan bisa jadi tak banyak orang tahu, selain sebagai pemain teater, sebagai musisi, dan pekerja di belakang layar, sosok Djaduk Ferianto ini kenyataannya adalah juga seorang pantomimer.

Keberadaan Djaduk Ferianto sebagai sosok pantomimer tersebut sebagaimana pengakuan dari Jemek Supardi yang disampaikan usai pementasannya pada gelaran ‘Pisowanan’ di IFI-LIP Sagan Yogyakarta, Jumat 15 November 2019.

Dipaparkan oleh Pak Jemek, Djaduk Ferianto pernah menjadi pemenang pada lomba pantomim tingkat remaja yang diselenggarakan tahun 1983. Pada perlombaan pantomin remaja tersebut, Jemek Supardi menjadi salah seorang yang berlaku sebagai juri. Seperti yang dituturkan Pak Jemek, di sinilah ia kadang tertawa dan bercanda saat berkesempatan bertemu dengan Djaduk. Bahwa dirinya memang belum pernah yang namanya ikut lomba pantomim, namun yang pasti justru ia pernah menjadi juri untuk Djaduk Ferianto.

Dituturkan oleh Pak Jemek, seiring perlombaan pantomim yang digelar tahun 1983 tersebut, dirinya masih menyimpan gambar-poto sebagai dokumentasi sekaligus kenang-kenangan pribadinya.

Tribute to Djaduk Ferianto oleh Jemek Supardi di Gelaran Pantomime Sowan

Tribute to Djaduk Ferianto oleh Bambang Paningron dan Jemek Supardi

“Sedaya ingkang tumitah, badhe dipun pundhut kondur-sowan wonten Ngersanipun Ingkang Damel Titah.” Maut tak bisa ditolak, dan matipun tak bisa ditampik, karena itu sudah menjadi ‘garising pepesthi’ segala kehidupan yang ada di dunia ini.

Pun dengan kita manusia yang tak berbeda dengan sisi-sisi kehidupan kelapa, tinggal menunggu gilirannya. Ada yang jatuh tersungkur ke tanah ketika masih bayi sebagaimana bluluk, tak sedikit yang musti meregangkan nyawa saat masih remaja seperti keberadaan cengkir, banyak pula yang meninggal ketika dewasa layaknya degan yang jatuh. Pun dengan meninggalnya manusia di usia tua sekaligus uzur sebagaimana kelapa yang telah kental berisi santan, bahkan hingga tumbuh tunas meski masih menempel di pohonnya.

Terkait dengan kepergian -sebagai kata ganti kematian- orang-orang dekat dan yang kita kasihi, sudah sepantasnya kita selalu mengingat, dan juga mempersembahkan yang terbaik buat beliau. Meski itu dilakukan saat sosok beliau tak ada dan tiada hadir di depan kita. Dan persembahan itupun ada banyak macam dan jenisnya. Bukan saja perihal persembahan yang mewujud pada sesajian, akan tetapi juga persembahan karya.

Seiring dengan beberapa gelaran yang ada di ranah seni, khususnya di Jogjakarta, ada ragam persembahan yang ditujukan untuk sosok mendiang Djaduk Ferianto, ialah ‘Tribute To Djaduk Ferianto’ kalimat yang selalu terpantik seiring dengannya. Dan helatan pentas pantomim ‘Sowan’ serta gelaran musik ‘Ngayogjazz’ adalah dua di antaranya.

Tribute to Djaduk Ferianto -Sugeng Tindak

  • Sowan oleh Jemek Supardi

Jumat malam area IFI-LIP Jogjakarta telah dikerumuni oleh ratusan orang yang hendak menyaksikan helatan pantomim bertajuk ‘Sowan’. Dan tepat pukul 19:30 WIB, persis di pintu masuk depan IFI LIP, Broto Wijayanto telah berdiri dengan muka dihias warna putih dan mengenakan pakaian yang mirip dengan kostum karate. Di tangan ia memegang seruling yang kemudian ditiup, nada pun tercipta darinya.

Bersamaan dengan itu, dari arah samping (taman), ada Jemek Supardi yang diikuti beberapa sosok seniman pantomim juga dengan wajah yang telah berwarna putih berjalan pelan menuju Broto Wijayanto berdiri. Ada Jamaluddin Latif, Ende Reza, Asita, Dodi Mikro, dan masih banyak lagi.

Pak Jemek berjalan pelan sambil di tangannya membawa bertangkai kembang mawar, mengarah menuju pintu masuk panggung. Serentak ratusan orang pun secara tertib berbaris mengikuti di belakangnya.

Pak Jemek tetap melanjutkan pementasannya, sementara para pantomimer lain masing-masing berbagi tempat, duduk di pinggir kanan dan kiri panggung. Pun dengan para penonton, tertib mencari tempat untuk kemudian menikmati pementasan yang dihadirkan di depannya.

Tak lama kemudian Pak Jemek mempreteli satu persatu bunga mawar itu yang kemudian ia tebarkan di panggung. Itulah persembahannya yang diberikan sebagai ‘Tribute to Djaduk Ferianto’ sekaligus membuka helatan pantomim berjudul ‘Sowan’. Sebuah gelaran pisowanan yang secara tak langsung juga sangat bisa dimaknai sebagai pengingat kita akan ‘sowan’nya kita kelak kepada Gusti Kang Murbeng Dumadi.

Tribute to Djaduk Ferianto - Lani FRAU lantunkan Ndherek dewi Maria di Panggung Empyak Ngayogjazz 2019

  • Tema ‘Satu Nusa Satu Jazznya’ Berimbuh “Tribute to Djaduk Ferianto”

Pesan yang disampaikan tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Pak Jemek Supardi dan kawan-kawan pantomimers di Jogjakarta. Helatan Ngayogjazz pun langsung berinisiatif untuk juga mengimbuhi tema gelaran di tahun 2019 ini dengan ‘Tribute to Djaduk Ferianto.

Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Bambang Paningron ketika diadakan press-conference di area Hotel Alana, Jalan Palagan Tentara Pelajar, Yogyakarta. Bambang menyampaikan bahwa penambahan tema tersebut selain banyak karya yang menjadi peninggalan almarhum Djaduk, sebagaimana banyak orang ketahui, bahwa Ngayogjazz ini sukses diselenggarakan hingga kali ke-13 di tahun 2019 tak bisa lepas dari sosok almarhum.

Djaduk Ferianto jugalah yang menjadi Founder Ngayogjazz, karena ia menjadi bagian terpenting sebagai salah satu inisiatornya. Bahkan ia pula yang menyediakan tempat (di area Padepokan Bagong Kussudiardja -Kembaran Kasihan Bantul) sebagai ajang pertamakali gelaran Ngayogjazz ini diselenggarakan.

Sehubungan dengan keberadaan sosok almarhum, maka di tujuh panggung pada helatan Ngayogjazz ke-13 yang diselenggarakan hari Sabtu Kliwon 16 November 2019 dengan lokasi di Pedukuhan Kwagon, Sidorejo, Godean, Sleman, Yogyakarta, selalu diiringi dengan persembahan doa terbaik untuk almarhum. Bahkan FRAU yang di dalamnya adalah Leliyani Hermiasih dengan Piano berjuluk Oscar-nya, juga mempersembahkan lagu khusus “Ndherek Dewi Maria”, yaitu yang merupakan salah satu lagu di Album Rohani oleh Djaduk Ferianto dan KUA Etnika.

Di samping itu, Bambang Paningron dan kawan-kawan Ngayogjazz juga menyediakan satu tempat sebagai space ditunjukkannya Messiuom Ngayogjazz yang berisi beberapa hal terkait dengannya. Hal ini sejatinya menjadi wujud yang dicita-citakan Djaduk meski itu disampaikannya sembari bercanda.

Demikianlah semua pegiat seni budaya di area Yogyakarta ini mengenang sekaligus memberikan apresiasi atas segala karya dan juga kiprah yang telah diwujudkan oleh sosok Djaduk Ferianto. Semua tersaji dengan segala upaya sekaligus kerja-keras segala pihak.

Tribute to Djaduk Ferianto -Soimah thenger-thenger nyesek di Panggung Gendeng -Ngayogjazz 2019

Dan di akhir -malam puncak helatan Ngayogjazz, meski air mata menjadi pemandangan yang tak bisa dibendung, bahkan Soimah pun memilih mundur dari panggung karena merasa sudah tak bisa menahannya, akan tetapi semua bisa berjalan sebagaimana rencana semula.

Seperti disampaikan Butet Kertarajasa di atas panggung jeda penampilan The Lord Didi Kempot pada malam puncak helatan Ngayogjazz tersebut, kepergian sang begawan ‘Djaduk Feriato’ tak bisa diiringi dengan larut pada iringan kesedihan, sebaliknya, kegembiraan dan kebahagiaan sudah semestinya dihadirkan.

“Djaduk memberikan contoh kepada kita semua, bahwa pergi ke surga tak harus dengan duka-cita. Pergi ke surga harus dengan bahagia. Pergi ke surga tak harus dengan bom bunuh diri, pergi ke surga bisa dilalui dengan penuh gembira.” (Butet Kertaradjasa)

Selamat jalan begawan seni budaya yang bukan saja milik Jogjakarta, namun juga kepunyaan Indonesia; Djaduk Ferianto. Karya-karyamu akan selalu abadi sepanjang masa. Sugeng Tindak, Sugeng “Ndherek Dewi Maria” sebagaimana tembang yang juga kau cipta. [uth]

Note: Pic Djaduk Feriato from IG Gusti Arirang

4.9/5 - (9 votes)

4.9/5 - (9 votes)

Simak Pula Pawarta Tentang , Atau Adicara Menarik Lain Oleh Utroq Trieha


Tentang Utroq Trieha

BACA JUGA:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *