Pawarta Adicara!

JARINGACARA sebagai media publikasi memiliki keinginan turut memberi warna dalam mengabarkan segala agenda acara seni budaya, pariwisata, warta, cuaca, juga menebarkan canda-tawa.
Perihal kontak kerjasama publikasi pun media partner, sila simak “Syarat dan Ketentuan“.

HIGHLIGHT
   
Weekly Performance JNB dan Bawayang di ARTJOG 2022 2

Komunitas Inklusi Ba(wa)yang dan Jogja Noise Bombing Presentasikan Musik Noise yang Dikolaborasikan dengan Pantomim dan Puisi Berjudul “Kami Juga Anak Adam dan Hawa” dalam Program Weekly Performance ARTJOG MMXXII


Diwartakan oleh Utroq Trieha pada 21 Agustus 2022   (1,924 Readers)

Pendhapa Ajiyasa yang merupakan salah satu bagian sebagai ruang dari aktivitas ARTJOG MMXXII tahun 2022 pada hari Jumat malam 19 Agustus 2022 mempertontonkan hal berbeda dari biasanya, ialah sebuah keriuhan namun dilakukan oleh sosok-sosok yang biasa merasa sunyi.

Program Weekly Performance ARTJOG MMXXII yang digelar di area Pendhapa Ajiyasa  Jogja National Museum kali ini menampilkan sebuah pertunjukan berbeda yang diberi judul BISU sebagai akronim dari “BunyI SUnyi“. Yaitu satu penampilan kolaboratif antara Jogja Noise Bombing (JNB) dan Komunitas Ba(wa)yang.

JNB adalah kolektif noise artist di Yogyakarta yang berkonsentrasi pada eksperimen audio, noise, harsh noise, ambient, dan sebagainya. Sementara Ba(wa)yang yang merupakan akronim dari bayang wayang merupakan komunitas inklusi yang bergerak di bidang seni dan digerakkan oleh teman tuli, dengar, dan difabel lainnya.

Dari definisi dua komunitas, yaitu Jogja Noise Bombing dan Komunitas Ba(wa)yang tersebut tentu kita tak mudah untuk bisa membayangkan, bagaimana musik noise yang identik dengan berisik itu justru disandingkan dengan teman-teman difabel khususunya teman tuli. Namun toh bebunyian noise tetap melanting bersamaan dengan ragam pertunjukan yang dihadirkannya. Noise, tari, puisi visual, performans, wayang, live painting, dan pantomim tampil saling beresonansi dalam ruang pertunjukan selama hampir satu jam.

Dalam bagian puisi visual, tiga seniman bercerita menggunakan bahasa isyarat seolah sedang bernyanyi, di mana beberapa penonton yang hadir, yang memahami bahasa isyarat, menunjukkan rasa haru, di mana ada pula penonton lain yang kesulitan dalam memahami, akan tetapi semuanya tetap sontak bertepuk tangan menggunakan bahasa isyarat tanpa harus mengetahui maksud dari puisi tersebut.

Setelah presentasi dari rangkaian puisi visual dalam Program  Weekly Performance ARTJOG tersebut, Broto Wijayanto selaku sutradara naik ke atas panggung dan menjelaskan tentang puisi visual yang baru saja disampaikan berjudul “Kami Juga Anak Adam dan Hawa”. Puisi tersebut menceritakan perasaan sedih teman-teman tuli ketika orang lain memandang mereka sebelah mata dan bagaimana kata ‘sempurna’ tidak pernah digunakan kepada mereka. Di bagian akhir puisi, Broto menjelaskan meskipun orang lain tidak pernah memandang teman tuli sempurna, mereka meyakini bahwa mereka memiliki kemampuan yang bisa jadi tidak dimiliki oleh orang yang bisa mendengar.

Di sisi kanan panggung, dua orang seniman Ba(wa)yang melukis diiringi bunyi noise sambil sesekali mengayunkan badan ke kanan-kiri. Pertunjukan berganti ke pantomim yang mengundang gelak tawa para penonton yang hadir. Selanjutnya di akhir pertunjukan, Broto Wijayanto memperkenalkan seluruh pemain dan mengundang personel JNB untuk naik ke atas panggung.

Sementara itu Taufiq Aribowo sebagai perwakilan dari komunitas JNB membuka perkenalan dengan ucapan terima kasih atas pertemuan mereka (JNB) yang suka kebisingan dengan teman-teman Ba(wa)yang yang bagi mereka (mungkin) dunianya hening.

Selepas pertunjukan, diskusi dihadirkan dengan melibatkan seluruh seniman dan penonton. B.M. Anggana sebagai salah satu kurator Weekly Performance ARTJOG MMXXII membuka sesi dengan menyampaikan awal mula hadirnya kolaborasi, bahwa teman tuli ternyata dapat merasakan getaran, dan akhirnya memutuskan mempertemukan mereka dengan Jogja Noise Bombing. Proses kolaborasi ini berlangsung singkat, kedua penampil hanya melakukan uji coba dua kali menggunakan sound system kemudian saling-respon.

“Meski singkat, kolaborasi ini penting menyoal bagaimana panggung pertunjukan membuka akses antar-seniman maupun antar-kelompok untuk bertemu dan bertukar pengetahuan,” ujar B.M Anggana yang juga lebih akrab disapa dengan sebutan Eng. [uth]

4.9/5 - (7 votes)

Simak Pula Pawarta Tentang , Atau Adicara Menarik Lain Oleh Utroq Trieha


Tentang Utroq Trieha

BACA JUGA:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *