Pawarta Adicara!

JARINGACARA sebagai media publikasi memiliki keinginan turut memberi warna dalam mengabarkan segala agenda acara seni budaya, pariwisata, warta, cuaca, juga menebarkan canda-tawa.
Perihal kontak kerjasama publikasi pun media partner, sila simak “Syarat dan Ketentuan“.

HIGHLIGHT
   
JAFF 2021 Tenacity Asian Perspectives

Seiring hari ke-4 JAFF 2021 Asian Perspectives, Joko Anwar Menuturkan bahwa Filmmaker Indonesia Semakin Bagus dan Banyak Capaian Meski Industrinya Turun Akibat Pandemi.


Diwartakan oleh Official Adm pada 4 Desember 2021   (1,922 Readers)

Hujan sudah turun sedari siang hari ketika festival film JAFF ke-16 tahun 2021 memasuki hari ke-4, yang tentu saja mengakibatkan area Empire XXI Yogyakarta menjadi basah. Tetapi hal tersebut tidak membuat semangat dan antusiasme para pecinta film menjadi surut guna menghadiri sekaligus menonton film-film karya sineas Asia.

Seiring hari ke-4 JAFF 2021 Asian Perspectives, Joko Anwar Menuturkan bahwa Filmmaker Indonesia Semakin Bagus dan Banyak Capaian Meski Industrinya Turun Akibat Pandemi.

Asian Perspectives menjadi dominasi tontonan di hari keempat tak jauh berbeda dengan program serupa pada hari ke-2 penyelenggaraan JAFF tahun 2021 ini. Berkaitan dengan program Asian Perspectives di hari keempat tersebut, maka setikdaknya terdapat sebelas film pendek dan dua film panjang yang ditayangkan di lima studio.

JAFF 2021 Asian Perspectives

Program Pemutaran Film

Program Asian Perspectives mengawalinya dengan film pendek Boncengan (2020) tentang Nadia, seorang anak perempuan yang menghabiskan hari terakhirnya dengan Zidan, sang pacar karena akan meninggalkan Palu untuk pergi ke boarding school, karena menuruti kemauan sang ayah yang tak menghendaki ia untuk pacaran. Selain itu ada pula Shibuya, Tokyo 16:30
(2020), ialah film Jepang yang menceritakan tentang Aoi, seorang calon asisten sutradara film yang mengunjungi Torumi, seorang produser independen untuk berkolaborasi. Namun, di tengah kesepakatan tersebut, diskusi di antara mereka mulai melenceng dan Aoi tersesat di antara keraguan dan keputusasaan terhadap keyakinannya pada kesempatan yang dia idam-idamkan.

Film ketiga ada The Scent of Rat Carcasses (2021). Ialah film tentang seorang anak perempuan yang menggantikan peran ayahnya yang sudah meninggal, sementara sang Ibu sedang berjuang dengan kesedihan atas kematian. Selanjutnya untuk film keempat ada Menjadi Laila dan Sairah (2021), yaitu satu film karya Ridhwan Saidi yang berasal dari Malaysia dan berkisah tentang dua orang wanita pecinta seni peran bertemu untuk merancang pertunjukkan tentang menjadi karakter fiksi. Dalam prosesnya, kisah-kisah hidup pribadi beriringan dengan teks tertulis yang membahas isu-isu tentang identitas, dan kenangan yang mengantarkan kepada perasaan nostalgia dan kerinduan.

Film kelima adalah Usaha Keluarga (2021). Ialah film dokumenter asal Indonesia tentang sebuah keluarga yang memulai bisnis baru akibat sang Ibu diputus kerja karena pandemi Covid-19, yang akhirnya menyebabkan mereka mendirikan usaha keluarga dipimpin oleh sang Ibu, dan kemudian menimbulkan petualangan-petualangan baru bagi mereka. Sementara untuk film keenam ada Can You Love Me Most? (2021) dengan muatan cerita tentang pasutri yang dalam masa pernikahannya belum dikaruniai anak. Pasutri yang bernama Daniel (33) dan Mia (28) ini akhirnya membeli bayi dari sindikat karena tekanan sosial dan stigma di masyarakat Malaysia bahwa Mia, sang istri harus mengejar ketertinggalan karena tak mampu memiliki anak sendiri.

Selain film-film di atas, ada pula dua film panjang Asian Perspectives menghiasi layar lebar JAFF 16 ‘Tenacity’, yaitu;

  1. Three Strangers (2021)
    Ialah film yang berkisah tentang Gwa To, pria transgender yang jatuh cinta kepada Ma Soe, seorang
    perempuan yang awalnya tidak ingin menikah
  2. Drive My Car (2021)
    Adalah film yang bercerita perihal Yusuke Kafuku, seorang aktor panggung yang dihantui oleh istrinya ketika ada wanita lain pendiam yang menjadi supir untuk perjalanannya ke Hiroshima.

Program Light of Asia

Pesta Sinema Asian Perspectives di hari keempat dilanjut dengan program Light of Asia. Dikutip dari Alexander Matius dan Theo Maulana sebagai  tim program JAFF 16 ‘Tenacity’, dituturkan bahwa program Light of Asia merupakan program yang di dalamnya terdapat film-film pendek Asia yang menawarkan tema isu, sudut pandang cerita, juga bentuk yang beragam, termasuk di tahun-tahun belakangan, di mana terdapat satu isu masalah besar bersama yang muncul tanpa pandang batas teritori. Pada tahun ini, cukup banyak film pendek yang mengangkat cerita dari berbagai masalah yang muncul akibat atau berkait-kelindan dengan pandemi.

Sebagai contoh dari film dalam program Light of Asia ini sebut saja New Abnormal, yaitu film dengan durasi 14 menit karya Sorayos Prapapan asal Thailand yang mengambil latar belakang kehidupan manusia akibat pandemi Covid-19, mengikuti
banyak karakter dari skenario berbeda yang mengalami situasi janggal yang sama, di mana ia memiliki nuansa keserupaan dengan masalah keseharian yang ada di sini dan kini—baca: Indonesia.

Program Indonesian Showcase & Retrospektif: Gunawan Maryanto

Program Indonesian Showcase turut hadir dengan Menunggu Bunda (2021) dan Simpang Masa (2021). Menunggu Bunda dengan bincang ringan antar filmmaker dan Simpang Masa yang masuk ke jadwal pemutaran studio 5 hari ini merupakan debut penyutradaraan film panjang karya Subiyanto. Beberapa penonton yang datang dalam program Indonesia Showcase ini adalah penonton dengan kegemaran sejarah,

Persembahan khusus dari JAFF 16 ‘Tenacity’ untuk seniman Indonesia diperlihatkan dari program Retrospektif: Gunawan Maryanto yang di hari ke-lima menayangkan film dengan dibintangi almarhum Gunawan Maryanto, salah satunya adalah The Science of Fictions (2019). Meski film ini pernah ditayangkan pada JAFF 14 ‘Revival’, namun para penukmat film tetap antusias untuk menonton dan menyaksikan kepiawaian aktor Gunawan Maryanto tersebut.

JAFF ke-16 Tahun 2021 Asian Perspectives

Program Layar Komunitas

Terdapat satu program baru pada hari ke-4 gelaran Asian Perspectives JAFF tahun 2021 kali ini, yaitu Layar Komunitas.

Berkaitan dengan program Layar Komunitas tersebut, Arief Akhmad Yani selaku Community Forum Coordinator JAFF 16 ‘Tenacity’ menyatakan bahwa Komunitas film adalah sebuah entitas dan identitas. Bahwa setiap pergerakan yang diiringi dengan perkembangan zaman, menjadi hal yang muskil dihindari.

Sehubungan dengan komunitas tersebut, maka ‘Community Forum JAFF; pada tahun 2021 kali ini juga membawa misi mapping perkembangan film Indonesia melalui karya-karya komunitas film yang tidak pernah merasakan bagaimana perhelatan sebuah
festival film yang mampu menjadi ruang eksposur mereka untuk diketahui dan dikenal khalayak, dengan membawa ciri masing-masing. Pertama, Sangkar Burung (2020) film fiksi karya Akhmad Revfaldi yang menceritakan tentang kecemasan hidup di tengah pandemi Corona. Kedua, Sanjang (2020) tentang seorang ibu yang memaksa anaknya untuk bekerja layar agar tidak malu dengan tetangga. Ketiga, Pada Selembar Pesan (2020) tentang desakan seseorang yang malu mendekati perempuan untuk menikah. Keempat, Si’nom (2021) tentang seorang anak dari tokoh budayawan yang lahir di masa milenial mengalami perbedaan cara pandang memaknai sesuatu. Kelima, Luli! (2021) tentang Seorang mahasiswa yang mendapatkan karma karena tidak mematuhi aturan ketika ingin mendokumentasikan rumah adat di salah satu kampung adat Backstage (2020) bersama sutradara Guntur Soeharjanto dan para aktornya, Vanesha Prescilla dan Sissy Priscillia dan Akhirat: A Love Story (2021) yang juga didatangi sutradara Jason Iskandar, aktor Della Dartyan sebagai Mentari dan juga editor mereka Mamad Anggoro. Akhirat: A Love Story yang merupakan cerita tentang beda agama ini ternyata cukup berhubungan dengan kisah pribadi.

Penayangan terakhir pada hari ke-45 Asian Perspectives JAFF 2021 ditutup dengan lima film pendek Asian Perspectives Short, Indonesian Learn Kappas Hunting Techniques (2021)menceritakan tentang perjalanan Seorang trainee praktek kerja dari Indonesia belajar berburu bersama pemburu lokal di Jepang. Bagaimana cara berburu ‘kappa’, monster fiksi Jepang yang dikatakan efektif sebagai obat tradisional Corona, How To Die Young in Manila (2021) film berdurasi 20 menit dengan cerita seorang remaja yang mengikuti sekelompok penipu muda, A Letter To My Wife (2021) sebuah film dokumenter pendek karya
Muhammad Ardan Ar’razaq tentang kerinduan seorang suami kepada istrinya, Sebentar Lagi, Malam Tiba (2020) tentang sepasang kekasih, Raka dan Irma yang memiliki mimpi untuk tinggal di rumah modern, dan terakhir adalah Sejengkal (2020) film tentang kisah Menas, seorang anak laki-laki yang menentang stigma diskriminasi gender dalam budaya tenun di Indonesia bagian timur dan harus melawan ayahnya sendiri yang merupakan penganut setiap tradisi yang diwarisi pendahulunya.

Banyaknya film Asia yang tayang khususnya Indonesia dan diapresiasi setinggi-tingginya menjadikan masa depan sinema nasional terlihat cerah. Sebagaimana harapan yang diungkapkan oleh Joko Anwar, apabila keadaan sudah menemukan kenormalan baru yang sesungguhnya, maka ia juga berharap agar industri film ini juga bisa kembali membaik lagi seperti masa-masa sebelum pandemi, di mana apabila dilihat dari historical growthnya pada tahun 2019, ada lebih dari 51 juta tiket. Ini tentu merupakan jumlah penonton film Indonesia yang tak sedikit.

“Mudah-mudahan bisa kembali lagi. Karena kalau dilihat dari filmmaker Indonesia sendiri semakin lama semakin bagus ya terutama ketika pandemi di mana industrinya turun tapi kita banyak mendapat pencapaian”, tutur Joko Anwar. []

4.7/5 - (3 votes)

Simak Pula Pawarta Tentang , Atau Adicara Menarik Lain Oleh Official Adm


Tentang Official Adm