Pawarta Adicara!

JARINGACARA sebagai media publikasi memiliki keinginan turut memberi warna dalam mengabarkan segala agenda acara seni budaya, pariwisata, warta, cuaca, juga menebarkan canda-tawa.
Perihal kontak kerjasama publikasi pun media partner, sila simak “Syarat dan Ketentuan“.

HIGHLIGHT
   
Peluncuran Buku 10 Tahun Biennale Jogja Khatulistiwa

Peluncuran Buku 10 Tahun Biennale Jogja Khatulistiwa: Praktik Geopolitik dan Dekolonisasi


Diwartakan oleh Official Adm pada 6 Januari 2023   (1,948 Readers)

Buku 10 Tahun Biennale Jogja Khatulistiwa: Praktik Geopolitik dan Dekolonisasi merupakan buku keempat yang diterbitkan oleh Biennale Jogja selama satu tahun 2022 dan akan diluncurkan secara perdana di awal tahun 2023.

Peluncuran buku 10 tahun Biennale Jogja di tahun 2023 kali ini sekaligus menjadi tanda berakhirnya putaran pertama Biennale Jogja seri Khatulistiwa, yang dalam proses penyusunannya dilakukan bekerja bersama dengan para peneliti, penulis dan akademisi untuk melihat bagaimana wacana dan praktik produksi pengetahuan serta konteks sosial politik sebuah peristiwa seni dibangun dan didistribusikan.

Hasil pembacaan tersebut kemudian dikumpulkan dalam sebuah buku bersama kumpulan dokumentasi lain yang terdiri dari beberapa bahasan, di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Seni dan Konteks Sosial Politik yang Lebih Luas
  • Praktik Estetika dalam Biennale
  • Menjawab tantangan dan Peluang Masa Depan

Peluncuran Buku 10 Tahun Biennale Jogja Khatulistiwa

Seni dan Konteks Sosial Politik yang Lebih Luas

Bagian satu akan melihat posisi Biennale dan praktik seni kontemporer lainnya sebagai bagian dari gerakan dekolonisasi secara lebih luas, terutama untuk mengkritisi ketimpangan kuasa di antara berbagai negara yang dimulai sejak pengalaman kolonialisme hingga intensifikasi kapitalisme.

  1. Seni dan Solidaritas Trans Nasional
    Tulisan dalam konteks tema ini akan membahas bagaimana kita melihat gerakan-gerakan seni seperti Biennale Jogja dan beberapa manifesto seni lain dalam lintasan Global Selatan serta mengaitkannya dengan peristiwa-peristiwa politik penting yang bersinggungan dengan tumbuhnya kesadaran solidaritas pascakolonial setelah terbentuknya negara bangsa serta situasi-situasi pasca Perang Dingin (yang dapat diturut sebagai konteks kapitalisme tingkat lanjut).
  2. Seni dan Pergerakan Islam
    Dalam konteks perjalanan menyusuri khatulistiwa, kami bertemu dengan keragaman perspektif dan cara melakoni Islam dan identitas Muslim. Beberapa edisi dalam rangkaian BJE membawa penelusuran terhadap bagaimana Islam menjadi bagian dari kenyataan dan konteks kebudayaan yang kuat, serta berkontribusi secara signifikan dalam dinamika politik global. Tulisan di sini akan menatap perjalanan pembentukan identitas muslim yang beragam dan bagaimana seni menjadi ruang pertarungan kuasa atas berbagai tafsir dan praktiknya, terutama bersandar pada pengalaman perjumpaan dengan negara-negara mitra di kawasan khatulistiwa.
  3. Seni dan Produksi Wacana Alternatif
    Dari penyelenggaraan enam edisi BJE putaran pertama, beberapa wacana umum mengemuka sebagai tema utama, yang penting untuk dilihat sebagai pembacaan dari kawasan Global Selatan atas beragam dinamika sosial politik dunia. Konteks pasca kolonial, interseksionalitas, masyarakat digital dan berbagai kecenderungan umum lain yang acap ditampilkan melalui karya-karya seni yang telah dipresentasikan dalam rangkaian BJE?
  4. Subaltern dan Perempuan
    Dalam konteks sosial-politik yang lebih luas, Biennale Jogja menjadi ruang untuk mengembangkan diskursus berbasis gender, terutama pandangan perempuan. Tulisan dalam tema ini akan mengaitkan pemikiran kritis mengenai feminisme terutama kaitannya dengan istilah subaltern. Sejauh mana agensi seniman dalam menyuarakan suara-suara subaltern? Bagaimana agensi ini dapat memperkaya diskursus dari kawasan Global Selatan? Tulisan ini akan membedah beberapa karya dari seniman yang terlibat dalam Biennale Jogja.

Praktik Estetika dalam Biennale

Pada bagian kedua ini, para penulis di buku 10 Tahun Biennale Jogja akan didorong untuk membaca kecenderungan praktik dan eksperimentasi yang berlangsung selama penyelenggaraan BJE dan bagaimana kerja-kerja artistik tersebut dapat dibaca dan dikaji ulang dalam kerangka produksi
pengetahuan artistik, terutama dalam struktur dan ekosistem seni khas global selatan. Bagaimana proses kerja yang mempertemukan seniman, kurator, penulis dan pemikir dari kawasan khatulistiwa ini bisa mengarah pada satu artikulasi pengetahuan baru yang tidak bersandar pada sistem Barat yang terberi.

  1. Kolektif Seni dan Seni Komunitas
    Selama satu dekade penyelenggaraannya, Biennale Jogja selalu memberikan perhatian besar terhdap pentingnya menjaga regenerasi dan keberlanjutan semangat kolektif sebagai landasan spirit ekosistem seni di Jogja. Ada beragam program mulai dari Parallel event, pameran utama ataupun kelas Asana Bina seni yang mendorong kerja-kerja penciptaan kolaboratif. Selain itu, beragam kerja yang berupaya mempertemukan seniman dengan komunitas luas juga menjadi bagian dari visi memperluas gerak seni di luar ruang mapan seperti galeri maupun institusi
  2. Residensi, Mobilitas, Displacement
    Residensi merupakan salah satu pilar dalam gagasan pertukaran kebudayaan yang menjadi highlight dalam penyelenggaraan BJE. Setiap edisi BJE telah mempertemukan seniman dari berbagai negara mitra dengan seniman Indonesia dan komunitas masyarakat di Jogja, memasuki ruang produksi karya yang berangkat dari konteks yang berbeda dari ruangnya sendiri
  3. Pasca-tradisi, Kesinambungan dan Rekonstruksi Pergerakan Seni 
    Dalam perjalanannya, Biennale Jogja memperlihatkan bagaimana tradisi senantiasa mengubah statusnya, terbuka untuk segala intervensi dan interogasi wacana. Perubahan tatanan ini adalah perluasan dari refleksivitas seni yang terus-menerus melibatkan seniman dan publiknya. Konsekuensi mendalam gerakan pasca-tradisi dan hubungannya dengan seni akan ditilik pada bagian ini. Nilai-nilai tradisional, dan perangkat-perangkat yang menyertainya akan dieksplorasi lebih jauh.

Peluncuran Buku 10 Tahun Biennale Jogja Khatulistiwa

Menjawab tantangan dan Peluang Masa Depan

Bagian ini akan mencoba menjawab tantangan dan peluang masa depan berkaitan dengan bagaimana biennale mengambil posisi dalam konteks gerakan sipil yang lebih luas. Selain menjadi ruang eksperimentasi artistik dan visi estetik, Biennale berpeluang menjadi ruang bagi tumbuhnya kesadaran kritis bersama melalui berbagai interaksi dan program publik. Selain itu, bagian ini akan mencoba melihat bagaimana jejaring biennale di kawasan Global Selatan perlu untuk terus dijabarkan untuk menunjukkan kesamaan visi dan moda resistensinya atas dominasi sistem seni Barat.

  1. Biennale, Seni dan Publiknya
    Tulisan dalam konteks ini akan berbasis pada pembacaan terhadap program-program publik dan intervensi artistik yang ditawarkan seniman kepada publik. Bagaimana peristiwa seperti Biennale dapat menjadi ruang untuk menumbuhkan kesadaran kritis bersama tentang identitas kolektif dalam kesetaraan Utara Selatan, Timur/Barat dan mendorong semangat dekolonisasi dari bawah.
  2. Biennale sebagai Gerakan Sipil Global Selatan
    Tulisan tema ini akan menjabarkan beberapa biennale yang ada di negara mitra (India hingga Oseania) selama penyelenggaraan BJE dan melihat bagaimana masing-masing mempunyai semangat untuk membangun narasi berbasis sejarah lokal dalam kaitannya dengan dinamika global.

Peluncuran Buku 10 Tahun Biennale Jogja Khatulistiwa: Praktik Geopolitik dan Dekolonisasi akan diluncurkan pada 6 JAnuari 2023 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan menghadirkan diskusi bersama Alia Swastika (Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta), Dr. ST. Sunardi (Pengajar Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma), Hartmantyo Pradigto Utomo (Studio Malya dan Peneliti) dan Saraswati N (Penulis Buku 10 Tahun Biennale Jogja Khatulistiwa). []

4.9/5 - (7 votes)

Simak Pula Pawarta Tentang , Atau Adicara Menarik Lain Oleh Official Adm


Tentang Official Adm

BACA JUGA:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *