Pawarta Adicara!

JARINGACARA sebagai media publikasi memiliki keinginan turut memberi warna dalam mengabarkan segala agenda acara seni budaya, pariwisata, warta, cuaca, juga menebarkan canda-tawa.
Perihal kontak kerjasama publikasi pun media partner, sila simak “Syarat dan Ketentuan“.

4.8/5 - (6 votes)
HIGHLIGHT
   
Simposium Internasional Bahasa Jawa 2020

Simposium Internasional Bahasa Jawa 2020 Membuka Tabir Masa Kolonialisme Dahulu Ada Sosok-Orang Belanda Tertarik dengan Gamelan


Diwartakan oleh Official Adm pada 13 Maret 2020   (3,686 Readers)

Dalam rangka memeringati Ulang Tahun Kenaikan Takhta ke-31 Sri Sultan Hamengku Buwono X, atau dikenal dengan istilah Tingalan Jumenengan Dalem, yang jatuh pada Sabtu 7 Maret 2020, Keraton Yogyakarta menggelar Simposium Internasional Budaya Jawa bertajuk ‘Busana dan Peradaban di Keraton Yogyakarta’ di The Kasultanan Ballroom Royal Yogyakarta, Senin 9 Maet 2020, dan Selasa 10 Maret 2020.

Agenda Simposium Internasional terkait perayaan Tingalan Jumenengan Dalem tersebut menghadirkan pembicara tamu bukan saja dari dalam negeri, akan tetapi datang pula dari manca-negara. Dalam prosesnya, usai dilakukan pembukaan seleksi selama satu bulan, akhirnya terpilih sebanyak 8 pembicara dari total 108 pendaftar. Sementara untuk agenda simposium sendiri rencananya akan dibahas sejumlah empat topik utama, yaitu sejarah, filologi, seni pertunjukan, dan sosial budaya.

Beksan Lawung Ringgit di Simposium Internasional Bahasa Jawa 2020

Pada proses pendaftaran nampa beberapa peneliti, antara lain dalam negeri adalah yang berasal dari beberapa kota di Jawa Timur, Jawa Barat, bahkan sampai Kalimantan Timur pula. Sedangkan untuk pendaftar dari manca-negara antara lain berasal dari Rusia, Jepang, Belanda, Inggris, dan juga Australia.

Sebagai rangkaian dari helatan simposium dalam merayakan Tingalan Jumenengan Dalem tahun 2020 ini, acara diawali dengan pertunjukan tari Beksan Lawung Ringgit yang merupakan salah satu tarian karya Sri Sultan Hamengku Buwono I, di mana naskahnya yang berbentuk Serat Kandha, yang selama bertahun-tahun ada di British Library -negara Inggris, baru saja kembali ke Keraton Yogyakarta. Naskah asli yang berbentuk Serat Kandha ini keluar dari Keraton Jogja tepatnya dirampas dan dibawa oleh Raffles saat peristiwa Geger Sepehi.

Sementara mengenai Beksan Lawung Ringgit yang disarikan dari Serat Kandha tersebut memiliki keunikan tersendiri, yaitu menadi wujud perpaduan lawung (tombak) sebagai properti dari jalan ceritanya (lampahan), yang itu mirip pada ringgit alias wayang. Lawung Ringgit yang ditarikan sebagai acara awal ini merupakan versi jugag alias pendek, lantaran sejatinya ia memang memiliki durasi yang cukup panjang.

Kemudian selepas beksan Lawung Ringgit tersebut dipersembahkan, acara simposium hari itu langsung dibuka oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Usai membuka acara Simposium Internasional Bahasa Jawa 2020 di Kasultanan Ballroom area Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta tersebut, selanjutnya Sultan juga menggelar acara jumpa-media. Dituturkan oleh Sultan HB X bahwa beberapa waktu silam, saat kita hendak mengambil kembali naskah (dalam bentuk digital) tersebut British Library, pihak Yayasan Raffles pernah bernegosiasi bahwa beliau diharap untuk terlebih dahulu menuju yayasan tersebut berada. Tetapi, Sultan kekeuh dengan pendiriannya untuk menuju British Library. Beliau berujar, bisa saja memenuhi keinginan untuk bertandang ke Yayasan Raffles  tersebut, namun bukan begitu caranya. Melainkan harus diagendakan terlebih dahulu, minimal pada saat setelah urusan di British Library selesai.

Sultan di Simposium Internasional Bahasa Jawa 2020

Perihal gelaran Tingalan Jumenengan Dalem yang di dalamnya ada simposium ini panitia acaranya diketuai langsung oleh puteri ke-4 Sri Sultan ke-10, yaitu GKR Hayu. Karenanya, berlaku sebagai Ketua Panitia Simposium Internasional Budaya Jawa, beliau juga memberikan sambutan, dan memaparkan bahwa dalam naskah tersimpan Ilmu pengetahuan, kekayaan budaya, dan catatan penting yang mewarnai Keraton Yogyakarta.

Dari simposium ini juga didapatkan informasi bahwa dahulu, pada zaman penjajahan, sejatinya telah ada sosok orang Belanda yang tertarik dengan gamelan. Hingga saking sukanya, ia membuat gamelan dengan bahan dari meriam, dan kemudian dipentaskan dengan mengenakan busana lengkap Jawa. Itu artinya, dahulu kala saat zaman penjajahan, ada orang Belanda mengenakan busana Jawa dan duduk lesehan memainkan gamelan. Dengan keadaan seperti ini, bukan satu alasan ketika kita justru sok kebarat-baratan dan malah meninggalkan budaya leluhur sendiri. []

4.8/5 - (6 votes)

4.8/5 - (6 votes)

Simak Pula Pawarta Tentang , Atau Adicara Menarik Lain Oleh Official Adm


Tentang Official Adm